FaktualNews.co

Ki Ageng Menak Sopal Pahlawan Pertanian Trenggalek

Wisata     Dibaca : 4104 kali Penulis:
Ki Ageng Menak Sopal Pahlawan Pertanian Trenggalek
FaktualNews.co/Suparni PB/
Makam Ki Ageng Menak Sopal di Trenggalek.

TRENGGALEK, FaktualNews.co – Setelah Menak Sraba kembali ke tempatnya semula yaitu, Kedung Bagongan dan meninggalkan Dewi Amis Ayu.

Beberapa tahun kemudian, setelah sepeninggalan Menak Sraba, Dewi Amis Ayu melahirkan anak laki-laki. Sesuai pesan dari Menak Sraba suaminya, maka bayi tersebut diberi nama Menak Sopal.

Seiring waktu Menak Sopal tumbuh dewasa, lalu mohon keterangan dari ibunya siap ayahnya yang sebenarnya. Terpaksa Dewi Amis Ayu bersawantah (berterus terang) bahwa ayahnya adalah, buaya putih penjaga Kedung Bagongan.

Ketika mendengar cerita ibunya, Menak Sopal segera dan mohon diri atau izin kepada ibunya (Dewi Amis Ayu) pergi untuk mencari ayahnya.

Pada akhirnya Menak Sopal berhasil bertemu dengan ayahnya di Demak Bintara. Disitulah kemudian Menak Sopal di didik dan di beri pelajaran agama Islam. Sepulang dari Kedung Bagongan menuju Trenggalek mulailah perjaka ini berfikir bagaimana cara agar rakyat Trenggalek memeluk agama Islam.

Pada waktu itu, rakyat Trenggalek sebagian besar bekerja sebagai petani, namun daerahnya sangat kekurangan air. Kemudian Menak Sopal berfikir dan dirasa perlu mendirikan tanggul air agar pengairan bisa memberi kemakmuran bagi rakyat Trenggalek.

Menak Sopal bersikeras untuk membuat tanggul, tetapi selalu gagal dan akhirnya meminta petunjuk ayahnya Menak Sraba. Kemudian oleh ayahnya diberi tahu, bahwa bendungan bisa terwujud bila di tumbali kepal gajah putih.

Setelah diberi tahu ayahnya, Menak Sopal langsung mengirim utusannya ke suatu tempat yakni di Randa Krandon atau janda yang bertempat di Desa Krandon. Janda itulah satu-satunya yang mempunyai gajah putih.

Kemudian janda kerandon tidak keberatan untuk meminjamkan gajah putihnya, asalkan setelah selesai tugasnya dalam membantu pembuatan bendungan segera dikembalikan ke Krandon. Akhirnya gajah putih dibawa ke Trenggalek dan selanjutnya di sembelih didekat sungai Bagongan.

Daging dari gajah putih tersebut kemudian dibagi bagikan kepada rakyat yang bekerja untuk membuat bendungan Bagong, sedangkan kepalanya dijadikan tumbal disitu. Setelah ditumbali kepala gajah putih bedungan itu dapat terwujud.

Bendungan sudah jadi dan airnya mulai mengaliri sawah-sawah serta dapat diatur untuk keperluan sehari hari bagi rakyat Trenggalek. Berkat itulah sawah sawah dapat ditanami padi hingga setahun panen dua atau tiga kali. sedangkan dulu hanya merupakan sawah tadah hujan.

Dari semua yang dilakukan oleh Menak Sopal ini sebagai satu alat untuk dijadikan rangsangan agar rakyat Trenggalek mau beragama Islam. Dan akhirnya rakyat Trenggalek mau memeluk agama islam.

Perlu diketahui, yang dimaksud gajah putih, gajah adalah lambang kebesaran dan putih lambang kesucian suatu agama. Badan gajah yang dagingnya dibagi bagikan kepada rakyat dan kepalanya dijadikan tumbal. Jadi tidak memustahil bila rakyat Trenggalek mengagap Menak Sopal adalah bapak pertanian (pahlawan pertanian).

Janda Krandon sudah lama sekali menunggu dan menanti kedatangan gajah putih yang dipinjam Menak Sopal, namun tidak kunjung dikembalikan. Oleh karena itu, janda Krandon terpaksa menyiapkan tertaranya untuk meminta kembali gajah putih dari menak sopal.

Untuk mengindari agar tidak terjadi pertumpahan darah di Trenggalek, Minak Sopal minta pertolongan ayahnya. Kemudian bersama-sama membuat lorong didalam tanah yang biasa disebut gangsiran. Lorong tersebut dibuat mulai dari daerah Trenggalek hingga ke Rawa Ngebel atau Ponorogo kecamatan Ngebel.

Gangsiran atau lorong didalam tanah, mengandug perlambang bahwa penyebaran agama Islam yang dilakukan dengan cara diam diam.

Kala itu, Janda Krandon yang menyiapkan tentaranya berjaga jaga dipuncak gunung sekitar Trenggalek sambil memantau gerak gerik tentara Minak Sopal. Karena terlalu lama didaerah itu, hingga sampai tangkai tombak perajurit perajuritnya dimakan bubuk. Kemudian daerah itu diberi nama gunung Bubuk.

Selanjutnya, janda Krandon terpaksa membatalkan kehendaknya untuk menyerang daerah Trenggalek. Perlu diketahui yang dimaksud tangkai tombak telah di makan bubuk adalah rakyat Krandon yang disini sudah dipengaruhi olek Menak Sraba dan Menak Sopal yang telah menyebarkan agama Islam secara diam diam (gangsiran).

Dan akhirnya rakyat digunung bubuk semua memeluk agama Islam. Karena didaerah bubuk dipimpin oleh seorang janda artinya wanita yang sudah ditingal suaminya karena itu pula, Majapahit telah runtuh dan Kasultanan Demark Bintara telah berdiri.

Kesimpulannya, Menak Sopal adalah tokoh penyebar agama Islam di Trenggalek yang mampu memakmurkan rakyat dengan cara membangun bendungan Bagong. Pahlawan Pertanian oleh karena itu ceritannya masih hidup dihati masyarakat Trenggalek dan makamnya masih dikeramatkan.

Berdasarkan ukiran nisan makam Menak Sopal yang berwujud bunga berkelopak empat helai dan rembulan, dapatlah dijadikan bukti adanya candra sangkala memet yang berbunyi sirnaning puspita cinatur wulan yang artinya tahun saka 1490 atau tahun masehi 1568 yaitu menunjukan waktu wafatnya Ki Ageng Menak Sopal.

Demikianlah sekelumit sejarah kisah legenda penyebaran agama Islam di Trenggalek dan Pahlawan Pertanian yang sekarang menjadi Kabupaten Trenggalek…(tamat)

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul