Kesehatan

IAKMI Desak Revisi Perda Kawasan Tanpa Rokok di Surabaya

SURABAYA, FaktualNews.co – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mendesak Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya merivisi Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 2008 terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Mereka beranggapan Perda tersebut sudah tidak selaras dengan undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 dan peraturan pemerintah Momor 109 Tahun 2012.

“Revisi regulasi terkait KTR di Surabaya adalah sebuah keharusan,” jelas Santi Martini, Ketua Tobacco Control Support Centre (TCSC) IAKMI Jawa Timur di Surabaya, (21/8/2018).

Dikatakannya, revisi perda penting dilakukan karena kesadaran masyarakat akan bahaya rokok masih rendah. Saat ini, tidak hanya orang dewasa yang merokok, kegiatan ini juga pernah dilakukan seorang balita.

“Kita miris melihat balita lima tahun di You Tube sudah kecanduan rokok, dan oleh orang disekitarnya juga diberikan rokok. Ini menjadi keprihatinan kita semua,” lanjutnya.

Soal revisi perda, Kurnia Dwi Artanti selaku dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) menambahkan, ada hal penting yang perlu ditambahkan dalam revisi yaitu wilayah yang menjadi kawasan tanpa rokok.

“Karena ada higlight yang kita tawar, Perda sebelumnya itu hanya lima kawasan dan dalam hal ini kita dorong agar tempat kerja dan tempat umum masuk dalam Perda itu,” kata Kurnia.

Jika tempat kerja dan tempat umum diakomodasi dalam Perda sebagai dua kawasan tanpa rokok selain lima KTR yang sudah disepakati, Kurnia berharap, kegiatan merokok oleh masyarakat semakin berkurang.

“Sehingga orang yang merokok tidak bisa dimanapun, kalau mau merokok harus diluar KTR,” tandasnya.

Langkah merivisi Perda dikatakan wanita yang juga sebagai anggota Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia tersebut bukan berarti bentuk larangan masyarakat untuk merokok. Namun hanya sebatas melindungi masyarakat banyak dan mengatur orang agar tidak merokok di sembarang tempat.

Pada kesempatan yang sama, Hario Megatsari, dosen fakultas dan universitas yang sama mengatakan, faktor lain yang mengakibatkan tingginya angka perokok aktif di Surabaya karena pemasangan reklame rokok tidak sesuai aturan yang ada.

“Setelah kita lakukan riset oleh tim TCSC IAKMI East Java pada akhir tahun 2017 menyatakan bahwa dari 261 jalan di Kota Surabaya terpampang berbagai jenis reklame iklan, 30 persen diantaranya iklan rokok,” tegas Hario.

Ia melanjutkan, ada sebanyak 122 reklame rokok, terpasang di 87 ruas jalan Kota Surabaya, “Yang paling banyak di Surabaya Timur dan Surabaya Selatan,” lanjutnya.

Temuan lain yang menurutnya paling memprihatinkan adalah soal lokasi pemasangan iklan rokok di Kota Pahlawan ini. Yakni, rata-rata berada dalam jarak kurang dari 10 meter dari KTR seperti tempat sekolah, tempat ibadah dan tempat kesehatan.

“Dengan revisi penambahan kawasan tanpa rokok, diharapkan jumlah reklame rokok juga otomatis berkurang,” tutupnya.