Kesehatan

Persoalan Stunting di Jember Tidak Hanya Soal Kekurangan Gizi

JEMBER, FaktualNews.co – Cukup banyaknya jumlah balita yang mengalami stunting di Kabupaten Jember, Jawa Timur, diketahui tidak hanya terkait persoalan gizi. Namun pola hidup sehat, dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar juga bisa menjadi faktor pendukung lainnya.

Bahkan daya ungkit Dinas Kesehatan Jember untuk mengatasi persoalan stunting hanya 30 persen saja, sedangkan 70 persen berada di lintas sektor.

“Persoalan sanitasi air bersih juga berpengaruh pada masalah balita stunting yang merupakan kerja Dinas PU, sedangkan masalah kecukupan pangan juga berada di Dinas Pertanian, serta dinas lain karena persoalan stunting cukup kompleks,” ujar Perwakilan Dinas Kesehatan Jember Reni, dalam diskusi media program Anak Sehat yang digelar LSM Prakarsa Jatim bersama Yappika ActionAid di Kabupaten Jember, Kamis (30/8/2018).

Menurut Reni, perilaku masyarakat menjadi pokok utama dalam mencegah dan mengendalikan kasus stunting. Bahkan Dinas Kesehatan Jember sudah mengalakkan program pencegahan stunting sejak usia remaja dengan memberikan tablet tambah darah kepada remaja putri.

“Sebelum pemerintah pusat mengkampanyekan penanganan stunting, kami di Dinas Kesehatan Jember sudah melakukan hal itu sejak lama dengan berbagai langkah dan metode memperbaiki gizi ibu hamil dan balita,” sambungnya.

Sehingga langkah upaya tersebut, katanya, dapat mengurangi jumlah balita yang mengalami kondisi Stunting tersebut. Lebih jauh Reni menyampaikan, namun Dinkes Jember pun mengakui, kasus balita stunting saat ini cukup banyak kasusnya.

“Beberapa tahun terakhir ini kasus stunting di Jember cukup tinggi yakni sekitar 30 persen dari total sebanyak 180.000 balita di Jember,” katanya.

Dinkes Jember pun pernah mempublikasikan prevalensi stunting di Jember, yakni sebanyak 17,73 persen atau sebanyak 29.020 balita yang tersebar hampir merata di 31 kecamatan di Kabupaten Jember, dengan jumlah persentase tertinggi mencapai 39 persen berada di wilayah Puskemas Jelbuk.

“Data tersebut benar karena berdasarkan riil di lapangan, namun biasanya Dinkes Jember menggunakan data survei sebagai prevalensi stunting yang dilaporkan ke Jatim dan pusat,” tuturnya.

Menurutnya, lanjut Reni, ada dua indikator untuk mengukur apakah balita tersebut stunting. Yakni tinggi badan dan kecerdasan otak anak, sehingga dua hal tersebut menjadi poin utama untuk mengurangi angka stunting di Jember.

“Stunting bukan hanya persoalan fisik berupa tubuh pendek, namun kecerdasan yang melambat dibandingkan balita normal pada umumnya juga masuk kategori balita stunting. Balita stunting yang berusia 2 tahun masih bisa diperbaiki fisiknya, agar lebih tinggi, namun untuk kecerdasan otak balita stunting berusia 2 tahun sudah tidak bisa,” tandasnya.