JOMBANG, FaktualNews.co – Terbitnya izin lingkungan eksplorasi Lapindo Brantas di Dusun Kedondong, Desa Blimbing, Kesamben, Jombang diduga tidak sesuai prosedur. Izin lingkungan tentang kegiatan pemboran Lapindo Brantas yang dikeluarkan dan ditandatangani Pjs Bupati Jombang, Setiajit, pada 26 Februari 2018 lalu ini terindikasi menyalahi Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 serta Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012. Pernyataan tersebut disampaikan langsung Direktur Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan Fakultas Hukum Undar Jombang, Solikin Rusli.
Ia menilai izin lingkungan Lapindo yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Jombang cacat formil. “Kalau izin diperoleh dengan tidak benar maka bisa dibatalkan. Jelas ada apa-apa dibalik proses perizinan tersebut,” jelasnya, Jumat (31/8/2018).
Di dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 37 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL.
“Dalam Undang-Undang itu juga disebutkan, izin lingkungan dapat dibatalkan apabila penerbitannya tanpa memenuhi syarat. Nah izin lingkungan ini juga didapat melalui prosedur yang tidak benar, maka bisa dibatalkan. UU Nomor 32 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 itu saling berkaitan,” kata Solikin.
“Sepanjang yuridis (secara hukum) izin belum ada atau menyalahi prosedur. Harusnya, Lapindo bisa menahan diri,” terangnya.
Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012 Pasal (1) tentang Izin Lingkungan tertuang, Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yangwajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.
Pasal 2 (2) Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi, penyusunan Amdal dan UKL-UPL, penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL serta permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Amdal dan UKL-UPL merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan izin lingkungan. Pada dasarnya proses penilaian Amdal atau pemeriksaan UKL-UPL merupakan satu kesatuan dengan proses permohonan dan penerbitan izin lingkungan.
Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jombang, Yudhi Adrianto. Ia menyebut jika proses izin Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) sudah sesuai dengan prosedur
“Izin lingkungan Lapindo berupa izin Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) sudah sesuai dengan prosedur. Kalau analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal) nya memang belum, kan belum mulai eksplorasinya. Kalau Amdalnya pas mulai eksplorasi, ini kan belum,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jombang, Yudhi Adrianto saat dihubungi FaktualNews.co, Jumat (31/8/2018).
Terpisah, Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jatim, Tri Jambore Christanto, menuturkan setiap aktivitas kegiatan apakah pembangunan maupun eksplorasi seperti yang akan dilakukan di suatu wilayah selalu ada berpedoman pada Free, Prior, Informed and Concent (FPIC) yakni persetujuan bebas tanpa paksaan, masyarakat setempat berhak menentukan apakah suatu proyek pembangunan dapat dilaksanakan atau ditolak atau mereka menentukan syarat-syarat untuk pelaksanaan proyek tersebut melalui pengambilan keputusan lewat musyawarah.
“Setiap aktivitas pembangunan apapun dia harus mendapat persetujuan dari masyarakat yang sudah terinformasikan dengan bebas,” ujar dia.
Pada kasus ekplorasi Lapindo di Jombang, sepengetahuannya hal itu tidak dipakai. “Hampir tidak ada aktivitas yang sekarang dilakukan dengan menunggu persetujuan masyarakat,” lanjutnya.
Menurut pria yang akrab disapa Rere ini, pemerintah seharusnya tidak serta merta dengan gampangnya memberikan izin kegiatan pengeboran, terutama dikawasan padat huni. “Di Jombang kondisi ini serupa, yang dilakukan di wilayah pemukiman,” katanya.
Bila kegiatan eksplorasi di wilayah padat penduduk tetap dilakukan, Rere khawatir kasus semburan lumpur Lapindo Porong bakal terulang, dengan dampak dan resiko yang sangat besar. Karena baginya, setiap usaha pertambangan memiliki tingkat resiko tinggi sehingga keselamatan masyarakat menjadi hal utama.