NTB Kembali Diguncang Gempa, Bisa Memicu Gangguan Psikologis Warganya
LOMBOK, FaktualNews.co – Bencana gempa bumi kembali mengguncang Lombok, NTB, pada Minggu (2/9/2018) pagi.
Berdasarkan rilis BMKG gempa bumi ini berkekuatan 5.3 SR dengan kedalaman 14 km.
Gempa yang terjadi kesekian kalinya ini, pada pukul 08.15 Wita dengan lokasi 8.05 LS,116.40 BT atau 38 km timur laut Lombok Utara-NTB.
Meski bencana gempa bumi ini yang terjadi di Lombok, kali ini tidak berpotensi tsunami, namun semakin membuat panik warga setempat.
Selain terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gempa bumi kali ini juga mengguncang NTT. Bahkan, bencana gempa bumi di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Sabtu (1/9/2018) sempat terjadi empat kali mengguncang dua Kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kepala Stasiun Geofisika Kampung Baru Kupang Robert Owen Wahyu, sebagaimana dilansir Kompas.com, mengatakan, gempa bumi pertama terjadi pada pukul 5.53 Wita, dengan kekuatan magnitudo 4,7.
Dikatakan, lokasi gempa berada pada 10.61 derajat lintang selatan dan 124.09 derajat bujur timur.
“Pusat gempa bumi yakni berada pada 72 kilometer tenggara Kabupaten Kupang, dengan kedalaman 11,” ungkap Robert kepada sejumlah wartawan, Sabtu malam.
Lebih lanjut Robert menjelaskan, gempa bumi kedua terjadi pada pukul 9.09 Wita, dengan magnitudo 4,1.
Sementara itu, gempa yang terus-menerus mengguncang wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat, telah menyebabkan kerusakan parah dan jatuhnya korban jiwa. Namun, tak hanya itu, gempa juga memicu gangguan psikologis warga NTB.
Menurut ahli psikologi dari Mataram, Dr. Muazar Habibi, sebagaimana dilansir viva.co.id, kini dalam keadaan tertentu warga Lombok mengalami phantom quake syndrome atau gempa khayalan.
“Kalau gempanya satu dua kali mungkin tidak akan berpengaruh pada pertahanan tubuh, tapi ini karena terjadi terus-menerus selama tiga minggu, sehingga individu merasa ada getaran sedikit itu sudah merupakan gempa, bahkan sepeda motor lewat saja sudah merasa seperti gempa, buka pintu sudah seperti gempa,” ujar Muazar, Minggu (2/9/2018).
Muazar menjelaskan, hampir semua masyarakat di Lombok mengalami gempa khayalan. Itu merupakan reaksi sistemik yang dipengaruhi ketidaksadaran individu tersebut, karena seringnya gempa susulan yang terjadi di Lombok.
“Sekitar 99,9 persen masyarakat Lombok mengalami hal demikian. Ini adalah reaksi sistemik yang dipengaruhi ketidaksadaran. Ketidaksadaran itu ditekan faktor emosi campur rasa takut. Sehingga merespons sesuatu secara paranoid dengan merasa ada getaran-getaran,” kata Muazar.
Sampai kapan reaksi tubuh tersebut berakhir? Menurutnya, itu tergantung setiap individu. Jika individu kesehariannya penuh aktivitas, gempa khayalan tersebut akan hilang dengan sendirinya.
“Ini wajar dan akan berangsur-angsur hilang jika individu itu beraktivitas seperti biasa sebelum dia terkena gempa. Tidak semua orang bisa merespons itu, ada orang yang apatis itu berbahaya,” ujarnya.
Dosen FKIP Universitas Mataram ini menerangkan, apatis artinya kondisi putus asa.”Orang yang down secara psikologis susah move on dengan paranoid terhadap getaran itu. Bahasa psikologisnya adalah sindrome tremor,” kata Dr. Muazar Habibi.
Ditambahkan, Sindrome tremor menurutnya adalah gejala-gejala yang dipengaruhi getaran tertentu. Tidak semua orang bisa langsung melupakan.