JOMBANG, FaktulNews.co – Kabupaten Jombang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang potensial. Salah satunya di Kecamatan Kesamben, menyimpan deposit tambang sangat banyak, termasuk mineral, yodiun hingga minyak dan gas bumi.
Sayangnya, kekayaan alam yang berlimpah ini belum dikelola dengan baik, rakyatnya masih hidup di bawah kemiskinan. Hal ini diungkapkan Direktur Lingkar Indonesia Untuk Keadilan (Link), Aan Anshori.
Aan menyayangkan ketidakpaduan sikap pemerintah pusat hingga pemerintah Kabupaten Jombang. “Pemerintah pusat dan daerah kurang transparan dan partisipatoris terhadap warga. Dimana pemerintah pusat dan daerah mengeluarkan peraturan sendiri-sendiri dalam persoalan pengelolaan sumber daya alam,” tegasnya, kepada FaktualNews.co, Rabu (5/9/2018).
Dicontohkan aktifis GusDurian ini, salah satunya eksploitasi yodium yang dilakukan PT Kimia Farma Plant Watudakon. Semenjak didirikanya pabrik tersebut kondisi lingkungan di Desa Jombok, Kecamatan Kesamben, dalam 10 tahun terakhir mulai rusak akibat adanya industri pengeboran yodium. Bahkan beberapa warga juga pernah mengeluh jika saat ini sumber air di lingkungan tersebut juga mulai tercemar dengan berubah warna menjadi keruh dan kuning.
“Itu baru persoalan lingkungan yang ditimbulkan karena eksploitasi yodium yang dilakukan Kimia Farma, belum lagi nanti dengan adanya eksploitasi Lapindo Brantas di Dusun Kedondong, Desa Blimbing, Kecamatan Kesamben. Berapa pemasukan dari eksplorasi yodium ke Pemkab Jombang, kan tidak jelas,” tutur Aan.
Menurut Aan, izin lingkungan pemboran minyak dan gas (migas) Lapindo yang dikeluarkan oleh Pemkab Jombang terindikasi menyalahi Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 serta Peraturan Pemerintah RI No. 27 Tahun 2012.
“Sejak awal proyek eksplorasi Lapindo di Kesamben Jombang terasa ada permainan hitam. Tidak transparan, itu salah satu penyebab warga yang menolak. DPRD Jombang juga terkesan tidak cukup berpihak pada masyarakat, justru sebaliknya,” ungkap pria berkacamata ini.
Jika hal ini dibiarkan, maka masyarakat di sekitar lokasi eksplorasi Lapindo yang akan mengalami dampak secara langsung dan akan menanggung resiko lebih besar.
“Apakah Pemkab Jombang sudah mengantisipasi hal ini? Bagiku memoratorium Lapindo di Kesamben adalah kebutuhan mendesak, seluruh aktifitas Lapindo harus dihentikan dulu sampai masyarakat dan stakeholder sepaham dalam masalah ini,” tegas Aan.
Ia meminta Pemerintah Kabupaten Jombang, mereview izin lingkungan yang dikeluarkan oleh Pjs Bupati Jombang, Setiajit. Karena, lokasi eksplorasi Lapindo berada pada kawasan padat penduduk yang hanya berjarak sekira 100 meter dari pemukiman warga Dusun Kedondong, Desa Blimbing.
“Ini disebabkan makin sering kecelakaan migas di daerah pemukiman ini. Pemerintah harus mengevaluasi seluruh kebijakan dan izin eksploitasi dan eksplorasi migas di kawasan padat penduduk di Jombang,” tutur Aan.
Pemerintah, menurutnya, juga harus memikirkan mekanisme yang memastikan aset sosial rakyat dan lingkungan aman dan dapat dipulihkan jika terjadi kecelakaan migas.
“Eksplorasi Lapindo pernah gagal di Sidoarjo, akibatnya puluhan desa terendam serta menenggelamkan lahan produktif,” pungkas Aan.