PASURUAN, FaktualNews.co – Puluhan petani jeruk di Desa Sibon, Kecamatan Pasrepan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, sejak sebulan ini meradang. Sebab, hasil panen jeruk siam yang selama ini menjadi andalan untuk bisa meraup keuntungan signifikan, justru jauh dari harapan. Bahkan merosot dari tahun-tahun sebelumnya.
Banyak petani yang merugi karena gagal panen. Jika di tahun sebelumnya, satu petani jeruk siam bisa memanem 15–17 ton untuk ukuran satu hektar kebun jeruk siam, tapi tahun ini, panen petani hanya berkisar 10-12 ton. Mereka sudah berupaya maksimal untuk meningkatkan hasil panennya, faktor kondisi cuaca yang cukup berpengaruh.
Suhadi, salah satu petani jeruk siam, mengatakan, penyebab kegagalan hasil panen tahun ini akibat cuaca ekstrem. Musim hujan berkepanjangan, dan musim kemarau yang tak menentu, hingga membuat jeruk siam tidak stabil. “Hal ini sangat berdampak pada hasil panennya. Karena hasil panen berpengaruh pada musim kemarau dan hujan,” paparnya, Sabtu (8/9/2018).
Menurut dia, siklus perpindahan antara musim kemarau dan hujan normal, hasil panen juga pasti akan normal.“Kemarin tanaman jeruk setiap hari terkena hujan berkepanjangan dan langsung terkena panas berkepanjangan. Apalagi, kawasan sini kalau musim kemarau, air pun susah. Jadi tanaman haus air, dan akibatnta tumbuh kembangnya tidak wajar,” jelas Suhadi, saat di kebunnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, jika pada tahun ini hanya mampu memanen jeruk 11 ton. Bahkan diakuinya merugi besar. Sebab, hasil panen tahun ini rencananya akan digunakan untuk modal usaha dan memperbaiki rumahnya. “Rugi, harga jual jeruk sekarang ya turun. Tengkulak melihat kualitas dan kuantitas jeruk siam ini. Ukuran jeruk juga semakin kecil. Kurang bagus. Tengkulak tidak mau harga biasanya,” katanya.
Jika sebelumnya ukuran normal, tengkulak membeli Rp 7 ribu–Rp 10 ribu per kilogram. Karena kondisinya seperti ini, tengkulak mau membeli harga Rp 5 ribu perkilogramnya. “Mereka alasannya biaya pengirimannya mahal. Karena petani di sini biasanya menjual ke Yogyakarta, Lampung, Kalimantan, dan luar pulau dan transportasi lebih mahal,” terang Suhadi.
Petani lainnya, menambahkan, selain karena cuaca, kendala utama sejak bertahun-tahun yang lalu, karena air di sini susah. Jadi, orang bertani jeruk ini kan selalu membutuhkan air. Tidak mungkin tidak butuh air. Karena air kebutuhan pokok.“Kalau musim hujan, air melimpah dan petani tak kesulitan air. Karenanya untuk pengairan tanaman jeruk tak perlu dikhawatirkan,” urainya.
Meski terlalu lama terkena hujan setiap hari juga akan berpengaruh pada tanaman jeruk. “Tapi, minimal ada air yang bisa diandalkan oleh kalangan petani. Namun, pada musim kemarau, di Desa Sibon ini sudah tak ada air sama sekali. Adapun bantuan pasokan air bersih dari pemerintah daerah, bukan untuk tanaman jeruk, tapi untuk minum dan lainnya,” pungkas Suhardi.