FaktualNews.co

Festival Tabuik di Pariaman, Kemegahan Tradisi Berkabung

Nasional     Dibaca : 3012 kali Penulis:
Festival Tabuik di Pariaman, Kemegahan Tradisi Berkabung
Pesona.travel
Festival Tabuik di Pariaman, Sumbar.

FaktualNews.co – Masyarakat di Pariaman setiap tahun mempunyai tradisi festival Tabuik. Festival Tabuik sama dengan festival Tabot di Bengkulu yang merupakan tradisi berkabung karena meninggalnya Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.

Tradisi ini dibawa dari negara asalnya dan mengalami asimilasi dan akulturasi budaya. Tradisi tersebut kini dilembagakan dan dikenal dengan Upacara Tabot.

Tabuik diambil dari bahasa arab ‘tabut’ yang bermakna peti kayu. Nama tersebut mengacu pada legenda tentang kemunculan makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut Buraq. Legenda tersebut mengisahkan bahwa setelah wafatnya sang cucu Nabi, kotak kayu berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke langit oleh Buraq.

Berdasarkan legenda inilah, setiap tahun masyarakat Pariaman membuat tiruan buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya.

Para pengikut yang melaksanakan upacara Tabot ini dulunya meliputi wilayah yang luas, dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie, Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun hingga kini banyak menghilang, hanya terdapat di dua tempat, yaitu Bengkulu dengan nama Tabot dan Pariaman Sumbar (masuk sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik.

Tahun ini gelaran festival Tabuik diselenggarakan di Pantai Gandoriah, Pariaman, Provinsi Sumatera Barat (12-16 September). Acara yang diadakan setiap tahun sejak 1831 ini menjadi objek wisata utama Pariaman.

Ritual 10 Hari Penuh Duka

Tabuik adalah patung buraq, atau kuda dengan sayap lebar dan kepala gadis-gadis tersenyum, sayap dan ekor lebar. Terbuat dari bambu, rotan dan kertas. Di belakangnya ada peti mati dengan dekorasi dan payung yang indah di atasnya. Di kedua sisi, patung-patung dihiasi delapan bunga kertas.

Kesibukan menyiapkan Festival Tabuik telah dimulai sejak 10 hari sebelum dimulai. Bahan-bahan dan alat-alat untuk membuat daraga (pemakaman suci) dan burak serta tandu pemakaman yang rumit dan tinggi dibawa ke gudang di luar rumah-rumah tabuik. Sepuluh hari sebelum festival, satu set persyaratan ritual harus dipenuhi, supaya tidak mengakibatkan bencana.

Pada hari pertama, laki-laki membangun tahap pertama daraga pada cetakan tanah liat dan membangun pagar bambu di sekitarnya. Sedangkan kelompok wanita di setiap rumah tabuik menghias payung dengan sejumlah bunga kertas putih untuk ditempatkan di daraga dan untuk menghias burak.

Pada sore hari pertama, dua desa yang bertugas menyelenggarakan Festival Tabuik mengadakan prosesi utama pertama yaitu maambiak tanah (mengambil awan bumi), yang melambangkan tubuh Hasan dan Husain, dari debu menjadi debu.

Hari kedua hingga keempat sebagai hari hening, berfungsi sebagai ‘ketenangan sebelum badai’. Sementara para pengrajin bekerja sepanjang waktu untuk menyelesaikan pembangunan dan dekorasi kedua buraq. Ritual utama akan diadakan pada hari kelima, Turun Panja (ritual tangan yang terentang). Panja juga dikenal sebagai jari-jari, terbuat dari emas, perak atau seng, melambangkan tangan Hasan yang terputus-putus.

Pada hari kelima dan keenam dilanjutkan dengan hiburan tabuik lenong di sekitar kota. Sebuah menara setinggi satu setengah meter dihias dan diletakkan di atas kepala dan akan bergoyang dari sisi ke sisi seperti goyangan tabuik besar. Pada siang hari ketujuh, digelar maarak jari-jari (prosesi tangan) dan membuat suasana penuh gairah kembali.

Dalam prosesi yang penuh kesedihan di sekitar jalan, masing-masing pihak memarak panja dan melantunkan frasa seperti “Hasan, Husain, Kasihan Hasan, Kasihan Husain”.

Pada malam hari, perasaan tragis mencapai puncaknya, dan adegan perang beruji dan mandara dimulai, melambangkan perang jihad Karbala.

Pada malam kedelapan, maarak saroban (prosesi sorban) diadakan untuk merayakan kepahlawanan Husain, dengan model sorban Husain dan tangan yang dipotong dibawa oleh anggota masing-masing pihak untuk memperingati pemenggalan Husain oleh tentara Yazid. Keluarga tabuik tetap terjaga sepanjang malam pada malam kesembilan untuk menyelesaikan pembuatan tanda peringatan tabuik.

Pada pagi hari kesepuluh, sekitar enam belas pria di masing-masing sisi menaiki tabuik tinggi di pundak mereka dan melakukan berpawai di jalan, mengguncang konstruksi untuk melambangkan pertempuran Karbala.

Kedua tabuik raksasa bergerak tanpa suara di seberang pantai, di mana perang pasir yang menarik terjadi. Pada saat Maghrib, tabuik akan dilemparkan ke ombak, melambangkan pendakian Hasan dan Husain ke surga, seperti melansir laman pesona.travel

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul
Sumber
pesona.travel
Tags