BLITAR, FaktualNews.co-Dampak aksi guru honorer yang melakukan aksi mogok mengajar, membuat petugas kepolisian Resort Blitar ikut mengajar di sekolah-sekolah. Salah satunya di SD Negeri Kesamben 6, Kecamatan kesamben, Kabupaten Blitar. Kegiatan belajar mengajar (KBM) di SD Negeri Kesamben 6 ini, digantikan personel kepolisian dari Polsek Kesamben. Mereka mengajar siswa kelas 2, 3 dan 5 yang ditinggal guru kelasnya yang berstatus Guru Tidak Tetap (GTT).
Ada sebanyak empat anggota Polsek Kesamben yang ikut mengisi jam pelajaran di SD Negeri Kesamben 6. Selain mengajar sesuai jadwal mata pelajaran, mereka juga memberikan pengetahuan seputar lalu lintas kepada peserta didik.
Kapolsek Kesamben, AKP Lahuri mengatakan, hal ini merupakan inisiatif dari kepolisian. Karena mereka merasa perlu memberikan bantuan agar proses belajar mengajar tidak sampai lumpuh selama para guru honorer dan GTT melakukan mogok mengajar.“Kami mengisi dengan materi-materi pelajaran sesuai jadwal saat itu dan kami juga menyisipkan pengetahuan tentang lalu lintas dan hukum ,” jelas Kapolsek Kesamben, Rabu (26/9/2018).
Sementara Kepala Sekolah SD Negeri Kesamben 6, Sukaji mengatakan cukup terbantu dengan aksi inisiatif kepolisian ini. Selama ditinggal guru honorer kelas yang kosong terpaksa diisi oleh guru PNS dengan cara mengajar di dua kelas sekaligus.
“Kebetulan di sini ada lima GTT, tiga guru kelas, satu guru olah raga, dan satu guru Bahasa Inggris. Sementara guru PNS hanya empat orang,” jelas sukarji
Sekedar diketahui aksi mogok mengajar ini dilakukan untuk menuntut agar pemerintah merevisi Permen PAN-RB 36/2018. Dalam Permen PAN-RB itu disebutkan batas usia bagi pegawai K2 yang ingin ikut seleksi CPNS 2018 maksimal adalah 35 tahun per 1 Agustus 2018. Sedangkan usia guru honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi rata-rata sudah lebih dari 35 tahun.
Selain itu mereka juga menuntut agar upah GTT dinaikkan sesuai dengan UMK. Mereka juga mendesak pemerintah segera menyusun peraturan pemerintah (PP) terkait Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), jika tidak bisa mengakomodir GTT menjadi PNS. (Dwi Hariyadi)