Kesehatan

Tiap Bulan, Ada Penderita HIV/AIDS Baru di Mojokerto

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, selama Januari sampai Agustus 2018 mencatat ada 49 orang penderita HIV/AIDS. Hal itu seiring banyaknya temuan kasus baru orang dengan HIV/AIDS (ODHA) oleh Dinkes) setempat.

Kabid Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Mojokerto, dr Langit Kresna Janitra mengatakan, jumlah temuan kasus baru tersebut berdasarkan laporan temuan dari 27 puskesmas yang ada di 18 kecamatan di Kabupaten Mojokerto, selama semester awal 2018 yakni Januari-Agustus.

Menurutnya, temuan tersebut berdasarkan pemeriksaan secara rutin oleh seluruh puskesmas untuk mendetksi dini kasus HIV/AIDS. “Dan Hampir setiap bulan Dinkes selalu mendapatkan laporan temuan kasus baru,” katanya.

Tidak hanya itu, untuk hasil yang lebih akurat, biasanya puskesmas akan merujuk pasien terindikasi HIV/AIDS ke di RSUD Prof dr Soekandar, Mojosari. Mereka akan dilakukan pemeriksaan Voluntary Counselling and Testing (VCT) bagi warga yang terindikasi.

“Itupun merupakan salah satu langkah dalam menanggulangi penyakit yang menyerang kekebalan tubuh ini,” imbuhnya.

Dinkes mencatat, sejak Januari hingga Agustus di Kabupaten Mojokerto kasus orang pengidap penderita HIV/AIDS terus mengalami peningkatan. Di Januari saja, sebanyak 7 orang di diketahui positif, bulan Februari 8 orang hingga terparah pada bulan Juni terdapat 12 orang yang positif.

Di tambah, dari seluruh temuan baru itu, didominiasi oleh pengidap yang berusia produktif. Sebanyak 33 ODHA berusia antara 25-49 tahun. Bahkan ada satu pasien yang masih berusia remaja antara 20-24 tahun. Sementara sisanya telah beusia di atas 50 tahun.

Dari jumlah tersebut, otomatis menambah daftar catatan temuan kasus penderita HIV/AIDS di Kabupaten Mojokerto. Berdasarkan data dinkes sejak pertama kali ditemukan pada 2010 lalu, jumlah total kasus hingga Agustus 2018 ini sebanyak 646 kasus.

“Semakin banyak kasus baru yang terdeteksi, maka akan semakin mempersempit peluang terjadinya penularan. Sebab, dengan terdatanya para ODHA, petugas kesehtatan akan lebih mudah melakukan pengawasan maupun melakukan penanganan pengobatan,” pungkasnya.