Peristiwa

Sepasang Kaki Pemberian Tuhan, Selamatkan Junaidi dari Gempa dan Tsunami Palu

JEMBER, FaktualNews.co – Gempa dahsyat dan tsnuami yang menerjang Palu, Sulawesi Tengah, begitu sangat memilukan. Banyak masyarakat yang menjadi korban akibat bencana alam itu. Ditambah dengan kondisi seluruh infrastruktur hancur porak poranda, serta sambungan komunikasi terputus.

Junaedi (35), warga Dusun Gaplek Barat, Desa Suci, Kecamatan Panti, Jember, Jawa Timur yang selamat dari peristiwa itu mengisahkan, pasca kejadian gempa, dirinyapun langsung mengumpulkan rekan-rekannya yang selamat. Mereka bersama mengambil keputusan apa yang akan dilakukan agar bisa segera pulang ke kampung halaman.

Akhirnya disepakati untuk berjalan kaki ke Bandara Kota Palu. Karena mendengar ada Pesawat Hercules yang siap mengantar korban gempa ke tempat tujuan yang diinginkan.

“Kita pulang tapi tidak membawa apa-apa (karena saat itu belum mendapat bayaran atas pekerjaan sebagai kuli bangunan). Atau tetap di sini menunggu. Tetapi saya yakin pemerintah tidak tutup mata. Akhirnya kita sepakat pulang, dan mencoba untuk menghubungi keluarga masing-masing tentang bagaimana kondisi saat itu,” ujar Junaedi saat menceritakan kondisi pasca gempa.

Namun saat itu, semua operator seluler tidak ada yang bisa digunakan untuk melakukan komunikasi. Hanya beberapa saja yang bisa tersambung. “Hanya beberapa jaringan seluler yang bisa untuk telepon, lainnya tidak nyambung. Akhirnya HP punya teman yang bisa itu, kita pakai bergantian. Untuk mengirit baterai, setelah telepon dimatikan, digunakan untuk kondisi penting. Saat itu pun saya berbohong sama istri, hanya cukup menyampaikan saya selamat,” tandasnya.

Setelah satu persatu menelepon keluarga masing-masing, mereka pun sepakat untuk menuju Bandara Mutiara SIS Al Jufrie, Kota Palu. Kendati tak ada kendaraan, Junaedi dan kawan-kawannya pun nekat berjalan kaki.

“Padahal ke Bandara itu, jarak tempuhnya kalau naik mobil, sekitar 40 menit. Tapi saat itu kita jalan kaki, dan waktu ada mobil kita cegat, minta tolong untuk numpang, setelah itu lanjut turun jalan kaki. Saat itu sampai bandara sekitar 3 jam seingat saya,” ungkapnya.

Junaedi pun menyampaikan, saat dirinya berjalan kaki ke bandara, dia bersama rekan-rekannya, melihat kondisi Kota Palu yang hancur porak poranda.

“Bahkan hotel yang masuk teve kemarin, Hotel Roa-Roa kalau tidak salah, benar ambruk itu. Lantai 1 sampai 3 tertimbun lantai 4 ke atas. Kalau ada orangnya, mungkin sudah tidak selamat. Kondisi saat itu tidak bisa saya bayangkan,” katanya mengingat kejadian memilukan itu.

Bahkan dirinya pun mendengar tentang kejadian tsunami setinggi lebih dari 2 meter yang meratakan wilayah pesisir, dan sebagian kota yang berjarak kurang lebih 100 meter dari bibir pantai.

“Saat itu puncak perayaan HUT Kota Palu, jelas jatuh korban ribuan lebih, karena sekitar jam 4 sore, warga masyarakat sudah mulai memadati lokasi acara. Makanya banyak korban berjatuhan, karena banyaknya orang saat itu,” katanya.

Kejadian itu pun tidak bisa dibayangkannya. “Bencana ini musibah bagi kita semua, memang tidak sedahsyat Aceh. Tetapi semoga kita semua diampuni Allah, dan korban diberikan tempat layak di sisinya,” katanya mengamini.