FaktualNews.co

Sembilan Desaigner, Luncurkan Koleksi Busana Muslim Futuristik dan Robotic di Surabaya

Gaya Hidup     Dibaca : 1337 kali Penulis:
Sembilan Desaigner, Luncurkan Koleksi Busana Muslim Futuristik dan Robotic di Surabaya
FaktualNews.co/Dofir/
Peragawati sedang berjalan diatas catwalk membawakan busana hasil rancangan desaigner terkemuka di Surabaya.

SURABAYA, FaktualNews.co – Kabar baik bagi perempuan pecinta busana muslim. Pasalnya, sembilan perancang busana asal Jawa Timur, baru saja meluncurkan koleksi busana karya mereka di Surabaya.

Busana yang mereka buat kali ini, sebagian besar merujuk pada tema Neo Moda, yakni busana muslim yang lebih futuristik dan robotic.

Busana rancangan Wiwied Mayasari misalnya, ia menamai hasil karyanya dengan sebutan Khaleesi. Yang diambil dari nama seorang puteri tokoh fiksi sebuah novel karya George RR Martin.

Dalam karyanya itu, Wiwied lebih banyak menggunakan warna abu-abu, silver serta gold. Dengan aksen detail lempengan silver dan taburan batang payet silver.

“Asesoris hijab yang saya gunakan dari bahan-bahan logam,” kata Wiwied, Sabtu (13/10/2018).

Lain halnya dengan Ulfa Mumtaza, desaigner asal Madiun ini, menamai karyanya dengan sebutan On Freely, yakni kebebasan berfikir dan bergerak.

Potongan busana yang ia buat lebih berbentuk ‘I’, yakni ukuran atas hingga ke bawah sama besarnya, “Busana ini akan memberikan kelonggaran bergerak bagi pemakainya,” singkat Ulfa.

Untuk busana rancangan Lita Berlianti, perancang sengaja mengangkat sifat dari sosok sang Nabi Muhammad SAW kedalam bentuk warna pada karya modenya. Yaitu warna putih mewakili sifat Nabi yang jujur, warna silver yang fathonah dan warna biru berarti cerdas serta mint mewakili sifat amanah.

Bahan busana yang ia buat tetap menggunakan Sutra Nusantara, ditambah dengan bulu-bulu yang dipadu dengan bahan kain lain seperti Duchess, Organsa, Satin, Crepe dan Brokat bermotif geometris.

“Pemakai busana ini akan menampilkan sosok wanita yang tegar dan energik,” kata Lita.

Ia mengklaim, koleksi busana yang ia buat kali ini lebih terlihat modern dan mewah. Namun tetap moderat dan syar’i.

Kemudian bagi Gita Orlin, ia lebih memilih pada sifat alam atau kecantikan daun. Yang diaplikasikan melalui embroidery dengan warna yang lebih netral dan membumi, seperti rose gold dan hijau olive.

Dengan detail rancangan yang menggunakan embriodery hand made bermotif daun, serta potongan futuristik, full klok, mermaid, pallazo, outer dan cutting yang tak terduga. Busana ini, kata Gita, memberi kesempatan bagi siapa saja yang memakainya tanpa pandang usia.

“Bisa digunakan wanita muslimah mulai usia 25 tahun hingga 55 tahun,” jelasnya.

Jika Gita Orlin menyajikan tampilan busana yang lebih membumi, berbeda dengan busana ciptaan Lilik Suhariyati. Ia mengambil tema La Perle Blenche, yakni lebih memadu padankan antara mutiara dengan unsur warna putihnya.

“Ini melambangkan cinta seorang wanita yang suci bersih,” tandas Lilik mengartikan busana hasil kreasinya itu.

Putih lanjutnya, sebagai warna dasar yang tak lekang oleh jaman serta memancarkan keindahan warna abadi. Desaignnya makin lengkap karena disertai hiasan renda, organza garis, polos serta berbahan tiga dimensi.

Untuk busana hasil karya Yuyuk Nurmansyah hadir lebih sederhana lagi. Dengan membawakan tema Pa Rang-Ka, yang terinspirasi dari motif batik Parang dan Kawung serta diwujudkan dalam delapan koleksi busana terbarunya, makin menambah koleksi busana muslim yang ada.

“Kami hadirkan blouse, longcardi, gaun dan celana dengan potongan sederhana,” ucap Yuyuk ketika diberi kesempatan menyampaikan seputar busana hasil kreasinya.

Warna dasar yang mendominasi untuk busana Yuyuk kali ini lebih pada perpaduan warna light blue, royal blue, purple, grey dan scarf yang dibuat senada.

Busana muslim buatan Dwi Adi Kusuma berbeda lagi, ia menghadirkan tema Mon Jurnal yang menampilkan perempuan lebih berkesan glamour, feminim, anggun dan elegan yang dituangkan dalam siluet ‘A Line’, “Yakni bentuk mengembang dibagian bawah,” singkat Dwi.

Tak kalah dari busana tujuh para desaigner lain. Lia Afif pada kesempatan ini menggunakan istilah Fantastic Fanfare pada karyanya, yang berarti luar biasa penting. Dan sengaja ditampilkan dengan indah luar biasa.

Kesan luar biasa dan penting ditonjolkan sang perancang, dengan sengaja menampilkan garis tegas dan jelas serta aksen geometris dari rancangan busana pada seri sebelumnya.

“Busana saya buat dengan tenunan cantik dan warna khas Neo Moda abu-abu, silver, offwhite dan baby blue yang diperlembut dengan nude tua,” jelas Lia.

Untaian warna-warna tersebut menyatu dengan tenun Indonesia dan variasi kulit yang menghadirkan siluet ‘A’ yang indah dikenakan. Baginya, menunjukkan ragam pilihan fashion wanita Indonesia yang fashionable dan berani tampil beda.

Melengkapi dari semua desain busana muslim tahun 2018 ini, desaigner tamu Sugeng Waskito juga turut menghadirkan karya terbarunya dengan tema Neo Calssique.

Neo Classique disini, Sugeng lebih menggunakan motif batik Parang dan Kawung untuk karya busana yang dibuat. Karena menurutnya, motif batik Parang memiliki petuah untuk tak pernah menyerah. Sedangkan motif batik Kawung bermakna akan harapan manusia agar tak lupa asal usulnya.

“Bagaikan robot yang diprogram dengan coding tertentu, nenek moyang kita juga melakukan hal yang sama untuk membentuk kepribadian dengan batik,” tutupnya.

Semua busana hasil rancangan sembilan desaigner itu dipergakan oleh beberapa peragawati dalam Annual Moslem Fashion Festival (MFF) ke 9, yang digelar di Royal Plaza Jalan Ahmad Yani, Kota Surabaya.

Pertunjukkan terbuka untuk umum dan berlangsung sejak hari Jumat tanggal 12 hingga 14 Oktober 2018.

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Nurul Yaqin