Sengekta Tanah Gilang Sidoarjo, Majelis Hakim Heran
SIDOARJO, FaktualNews.co – Majelis Hakim PN Sidoarjo mengaku heran terkait Perarturan desa (Perdes) tentang aset Desa Gilang, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, yang sudah diundangkan, namun masih ada musyawarah desa (Musdes) pasca diterbitkannya aturan itu.
Terungkap musdes pasca Perdes diterbitkan itu dalam sidang sengketa tanah seluas 3.000 meter persegi yang diklaim milik aset Desa Gilang Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo dalam agenda saksi yang digelar di PN Sidoarjo, Kamis (1/10/2018).
Dalam sidang yang diketuai oleh Kabul Irianto, pihak penggugat Kades Gilang Sariadi menghadirkan dua saksi fakta yaitu Wujud, salah satu ahli waris dari 72 petani gogol dan Karno, Ketua BPD Gilang. Keduanya dimintai keterangan secara bergantian oleh majelis hakim.
Majelis hakim mengorek persoalan sengketa kepada saksi fakta. Bahkan, yang lebih mengagetkan majelis hakim ketika pemeriksaan kepada Karno, Ketua BPD Gilang tentang diterbitkannya Perdes Nomor 17 tahun 2017 tentang Aset Desa Gilang.
“Ini sudah ada Perdesnya. Apakah sebelum mengundangkan Perdes ini ada musyawarah desa dan kapan musyawarah itu dilakukan,” tanya Kabul kepada saksi Karno. Dengan santai, saksi yang mengenakan pakaian batik corak warna coklat itu menjawab lupa. “Lupa musywarah desanya kapan,” ucap Karno.
Belum puas menerima jawaban itu, Kabul berkali-kali kembali menanyakan itu. “Bulan apa masak lupa (Musdes),” ucap Kabul. Jawaban lupa kembali dilontarkan saksi. Dengan sedikit kesal atas jawaban itu, Kabul lantas melihatkan bukti Musdes yang sudah dilakukan.
“Lha ini undangannya diterbitkan tanggal 15 Desember 2017. Acara Musdenya dilakukan pada tanggal 19 Desember 2017. Ini Februari 2018 juga ada. Coba kesini, apa betul ini,” ucap Kabul sambil memanggil saksi, penasehat hukum penggugat dan tergugat untuk melihat bukti surat yang diterbitkan Desa Gilang itu,
Meski sudah ditunjukkan, namun Karno masih berkelit bahwa Musdes yang dilakukan pasca diundangkan menjadi Perdes itu untuk lebih menspesifikkan pembahasan persoalan tanah yang kini menjadi sengketa dengan tergugat satu, Heri Raharjo.
Usai menunjukkan bukti tersebut, majelis hakim mengaku kaget adanya Musdes yang dibuat usai diterbitkannya Perdes tersebut. “Kalau sudah ada Perdes lalu Musdes yang dilakukan usai diterbitkannya Perdes itu untuk apa. Apa yang harus diundangkan lagi dari Musdes itu. Bapak kan sebagai Ketua BPD seharusnya itu tau,” ungkapnya.
Bukan hanya sampai disitu, majelis hakim juga bertanya atas dasar apa lahan yang menjadi sengketa itu dimasukkan dalam Perdes aset desa. Dengan gugup bahwa saksi Karno menjawab atas kesaksian lisan petani gogol saja. Meski begitu, sidang dengan agenda saksi itu akhirnya diakhiri dan ditunda majelis hakim dua pekan mendatang.
Sementara, pihak penggugat Kades Gilang, Sariadi ketika dikonfirmasi terkait adanya Musdes usai diterbitkannya Perdes itu mengaku bahwa Musdes itu dilakukan untuk membahas lebih spesifik persoalan sengketa tanah yang tengah dihadapi itu. Ketika singgung kapan Musdes dilakukan sebelum diterbitkannya Perdes nomor 17 tahun 2017 tentang aset Desa Gilang. Sariadi mengaku lupa.
“Lupa Musdenya kapan,” ucapnya singkat.
Persoalan lahan seluas 3000 meter persegi di RT 16, RW 4 Desa Gilang itu kini menjadi pokok sengketa perkara antara Kades Gilang Sariadi, sebagai penggugat dengan Heri Raharjo, tergugat satu yang sudah menguasai lahan tersbut yang dibeli dari Abdullah Mahfud, tergugat dua dan tergugat tiga, Fitriah.
Lahan yang kini sudah dimanfaatkan untuk kolam pancing itu diklaim oleh pihak desa setempat bahwa lahan tersebut masuk aset desa. Bukti dimasukkannya aset desa itu berdasarkan hibah yang diberikan dari 72 petani gogol desa dan sudah tercatat dalam Letter C yang dibuat tahun 1979 silam.
Sementara pihak tergugat yang memiliki tanah tersebut saat ini, Heri Raharjo mengaku tanah tersebut dibeli dari tergugat dua, Abdullah Mahfud dan tergugat tiga, Fitrih. “Bahwa tanah itu jelas-jelas saya beli,” ucap Heri Raharjo.
Heri mengaku, dirinya memiliki bukti surat dan dokumen yang lengkap, serta SK Gogol Gubernur Tahun 1971 dan peralihan surat itu jelas dan berdasarkan Akta Notaris. ”Jelas saya memiliki bukti otentik,” akunya.
Menurut Heri, dirinya merasa di dzalimi dan dipersulit oleh kepala desa Gilang ketika proses mengurus sertifikat tanah tersebut. ”Saya tidak tahu dan alasan apa mempersulit yang merupakan itu hak saya untuk mengurus surat tanah saya,” ucapnya.
Pihak tergugat mengklaim dirinya justru sangat dirugikan atas gugatan tanah tersebut. Bahkan, pihaknya lebih dirugikan lagi ketika kepala desa datang ke lokasi tanah yang sudah dibeli olehnya itu dengan mengadakan konferensi pers yang tanpa izin dan sepengetahuannya.
“Pemberitaan yang selama ini beredar merugikan jelas merugikan klien kami, padahal klien kami adalah orang yang mengerti hukum. Tanah itu benar dibeli dan surat dokumennya lengka. Kalau itu diklaim oleh Kades aset desa dari hibah petani gogol, apa bisa mereka menujukkan bukti surat hibah itu,” tutup Faisal Ahmad, kuasa hukum tergugat Heri Raharjo.