Fokus Investigasi

‘Kadali’ Aturan, Berikut Sejumlah Indikasi Penyimpangan BPNT di Jombang

JOMBANG, FaktualNews.co – Carut marutnya pendistribusian Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Jombang, disinyalir merupakan buntut dari penunjukan sejumlah pemasok bahan pangan progam pemerintah pengganti bansos rastra ini. Sejumlah indikasi penyimpangan pun mulai nampak pada progam BPNT atau disebut bansos pangan tersebut.

BPNT sendiri, merupakan perwujudan arahan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (ratas) tanggal 16 Maret 2016, Ratas tanggal 26 April 2016 serta Ratas 19 Juli 2016 terkait Bansos Non Tunai. Dalam arahannya, Presiden Jokowi menginginkan peningkatan efektivitas dan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial.

Penyaluran bantuan sosial non tunai dengan menggunakan sistem perbankan itu, diharapkan pemerintah agar dapat mendukung perilaku produktif penerima bantuan serta peningkatan transparansi dan akuntabilitas guna mengurangi penyimpangan. Sejumlah regulasi pun memayungi progam ini.

Diantaranya Peraturan Presiden (PP) nomor 63 tahun 2017 tentang Bantuan Sosial Secara Non Tunai, PP nomor 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 254/PMK.05/2015, PMK nomor 228/PMK.05/2016 serta Peraturan Menteri Sosial nomor 10 tahun 2017 tentang Progam Keluarga Harapan.

Pemkab Jombang ‘Paksa’ E-Warong

Dalam pedoman umum BPNT, E Warong (elektronik warung gotong royong) dalam penyediaan pasokan bahan pangan, dapat membeli dari berbagai sumber. Tujuannya cukup jelas, yakni mendapat ruang alternatif pasokan yang lebih optimal.

Namun pada praktiknya, E-Warong yang tersebar diseluruh Kabupaten Jombang, harus mendapat pasokan bahan pangan dari pemasok tunjukan Pemerintah Kabupaten Jombang, dengan leading sector Dinas Sosial setempat. Alih-alih berjalan lancar, pendistribusian BPNT di Jombang carut marut.

Pasokan telur yang berasal dari PT.Pertani sebagian besar berkualitas buruk. Bahkan hingga ada yang telah mengeluarkan belatung. Begitu pula pasokan beras. Sekitar 403 E-Warong yang tersebar diseluruh Kabupaten Jombang ini, mendapat pasokan dari sejumlah supplier tunjukan Dinsos. Dapat dipastikan kualitas beras yang diterima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pun beragam.

Selain itu, indikasi penyimpangan pendistribusian BPNT di Jombang adalah adanya paketan beras dan telur. KPM kembali dipaksa menerima sepaket bahan pangan seharga Rp.110 ribu berupa 7 kilogram beras dan 1 kilogram telur.

Penunjukan supplier serta adanya paketan progam ini bertentangan dengan prinsip utama BPNT yang tercantum dalam pedoman Mekanisme Pelaksanaan BPNT sendiri. Dimana disebutkan, KPM diberikan keleluasaan tentang kapan ia membeli, berapa yang akan dibeli, jenis apa yang diinginkan, kualitas mana yang akan dibeli dan harga bahan pangan dalam hal ini beras dan atau telur yang diinginkan.

Selain itu, KPM juga berhak memilih E-Warong sesuai dengan prefensi atau tidak adanya pengarahan pada E-Warong tertentu serta bahan pangan tidak dipaketkan. Penerapan system ini kembali membuat KPM dirugikan. Besaran bantuan senilai Rp.110 ribu perbulan setiap KPM secara tegas diatur untuk tidak bisa diambil tunai

Namun, KPM dapat menukarkan berupa beras dan atau telur sesuai kebutuhan di E-Warong. Akibat system yang diterapkan Dinsos Jombang ini, membuat KPM tidak lagi bisa menyisakan dan mengakumulasikan bantuan yang diterima kedalam rekening bantuan pangan.

Paket beras BPNT dengan dua kemasan berbeda berisi 7 kg yang beredar di Jombang.

‘Kadali’ Aturan Malah Senjata Makan Tuan

Salah satu kepala desa yang enggan disebut namanya menyebut, langkah Dinas Sosial dalam pendistribusian BPNT sudah salah kaprah. Ia mengacu pada aturan yang ada, tidak ada yang secara tegas mengatur tentang penunjukan distributor bahan pangan ke E-Warong. Menurutnya agen atau grosir yang menyuplai E-Warong dasarnya adalah rekomendasi Kepala Desa atau Lurah setempat.

“Pada pedum sebenarnya hanya diatur E-Warong memiliki jaringan informasi dan kerjasama antar agen/toko dengan pemasok/distributor bahan pangan yang tersedia dipasar. Hal ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan stok,” ungkap Kades yang kembali mewanti-wanti agar namanya tidak disebut dengan berbagai alasan, senin (26/11/2018) malam. Ditambahkan, namun karena prioritas progam BPNT untuk penguatan ekonomi lokal, maka Kades atau Lurah memiliki wewenang untuk merekomendasi agen atau grosir yang berhak menyuplai E-Warong diwilayahnya.

Terkait dasar penunjukan PT.Pertani dan sejumlah distributor lain yang memasok bahan pangan ke E-Warong, Ia meyakini pasti ada. Prosesnya, menurut kades ini, diperkirakan hanya berdasar pengajuan PT.Pertani atau pemasok yang lain. Pengajuan ini kemudian diverifikasi oleh Dinsos dan langsung ditunjuk atau disahkan.

“Perkiraan saya sebenarnya sudah dijawab oleh Dinsos sendiri. Setelah rame akan telur busuk hingga berbelatung, Dinsos menyatakan akan memutus kontrak dengan PT.Pertani,” tambahnya. Artinya, masih menurut Kades ini, Dinsos dan PT.Pertani memiliki bukti fisik kontrak kerjasama dalam pendistribusian BPNT di Jombang.

Harusnya, tambah Kades, isi dari bukti fisik kontrak kerjasama antara PT.Pertani dan sejumlah pemasok lain dengan Dinsos, harus diketahui publik. Sebagaimana harapan pemerintah, progam BPNT bisa terjadi peningkatan transparansi dan akuntabilitas guna mengurangi penyimpangan. “Pernyataan putus kontrak sebenarnya senjata makan tuan bagi Dinsos,” pungkasnya.