JOMBANG, FaktualNews.co- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut praktik tindak pidana korupsi di Indonesia sebagian besar dilakukan dengan cara konvesional, yakni transaksi tunai. Maka dari itu, untuk mencegah banyaknya pejabat korup, lembaga antirasuah ini bakal membatasi seluruh transaksi yang dilakukan secara tunai sebesar Rp 50 juta.
Hal ini disampaikan oleh Syarief Hidayat, Direktur gratifikasi bidang pencegahan KPK, saat menghadiri Sosialisasi pengendalian gratifikasi bagi pejabat eselon 2 dan 3 di Pendopo Pemkab Jombang, Rabu (28/11/18).
Namun sayang, nampaknya masih ada pro-kontra pada gagasan KPK ini. Pembahasan di DPR pun nampak masih cukup alot. Ini terbukti, dimana hingga sekarang parlemen belum menyetujuinya.
“KPK ini terus mendorong agar transaksi tunai dibatasi. Sebab praktek korupsi, baik itu suap atau gratifikasi banyak dilakukan dengan modus transaksi secara tunai, “beber Syarif.
Menurut Syarif, pembatasan ini nantinya bakal berlaku untuk semua kalangan, baik pejabat pemerintah ataupun masyarakat sipil. Terakhir, ungkap Syarif, KPK mengusulkan batas maksimal transaksi tunai sebesar Rp 50 juta. Sedangkan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengajukan ke pemerintah dan dibahas di DPR maksimal Rp 100 Juta.
Syarief Hidayat, Direktur Gratifikasi Bidang pencegahan KPK, berharap, tahun ini ketentuan tentang batasan transaksi tunai segera ditanda tangani oleh DPR.
“Kami butuh komitmen DPR, sebab selama ini gratifikasi atau suap berdasarkan kasus-kasus yang kami tangani sebelumnya banyak melalui transaksi tunai,”pungkasnya.