SIDOARJO, FaktualNews.co – Bayong Hariyafan Sismanda, oknum anggota Polisi yang kini duduk di kursi pesakitan PN Sidoarjo akhirnya mengakui semua perbuatannya. Pria 33 tahun itu mengakui bahwa hasil penipuan bisa memasukan korbannya menjadi anggota Polri itu digunakan keperluan pribadi.
“Uangnya saya gunakan untuk mencicil rumah,” ucap terdakwa dihadapan majelis hakim PN Sidoarjo yang diketuai oleh I Ketut Suarta dalam agenda sidang keterangan terdakwa itu, Rabu (28/11/2018).
Bukan hanya itu, uang yang ditipu terdakwa dari dua korban yaitu Aris Sugiharto dan Murdiyati, orang tua dari Laksana Satria yang mencapai Rp. 868 juta itu juga digunakan untuk kebutuhan lainnya.
“Untuk kebutuhan sehari-hari juga Pak Hakim,” akunya.
Meski mengakui kesalahannya, terdakwa mengaku bahwa sebelum persoalan itu masuk ke ranah hukum sudah berusaha untuk mengembalikan uang kepada korbannya.
“Awalnya saya mau kembalikan senilai Rp. 450 juta yang dibagi dua orang dan disepakati. Hanya saja uang itu masih belum saya wujudkan karena menunggu rumah saya terjual,” ungkapnya.
Rumah yang rencananya dijual itu tak kunjung laku, hingga terdakwa menwarkan memberikan rumah tersebut. “Namun, keduanya tidak mau,” ungkapnya. Ia mengaku, berusaha mengembalikan uang tersebut hanya saja menunggu rumah tersebut terjual.
Kasus penipuan itu berawal dari terdakwa Bayong yang menawarkan kepada Sri Hardatik bila ada yang ingin masuk menjadi anggota Polri agar menghubunginya. Sri lalu menawarkan kepada Siti Ngatikah, orang tua Aris Sugiharto agar dijadikan anggota Polri.
Tawaran itu akhirnya disepakati korban, dengan syarat agar menyiapkan sejumlah uang sebagai dalih terdakwa untuk diberikan kepada panitia dalam setiap tahapan seleksi. Korban Aris lalu diminta daftar penerimaan calon Bintara Polri tahun 2015.
Korban pun mendaftar di Polres Tulungagung. Usia mendaftar dan mendapat nomor peserta, korban kemudian mulai mengikuti sejumlah seleksi. Pada saat proses seleksi itulah korban melalui orang tuanya diminta sejumlah uang secara bertahap.
Namun, alangkah kagetnya Aris justru gagal ditengah jalan, tepatnya pada seleksi psikologi. Padahal sejumla buang sudah dibayar melalui mentransfer sejumlah uang secara bertahap.
Korban pun menagih uang yang dijanjikan akan dikembalikan sepenuhnya bila tidak diterima menjadi anggota Polri. Janji itu justru mencoba dikecoh, terdakwa justru menyarankan agar putra korban kembali mendaftar calon Tamtama 2016.
Karena keinginanya agar putranya diterima menjadi anggota Polri, korban pun menyetujui. Lagi-lagi, terdakwa kembali meminta uang kepada korban dengan dalih untuk memberi kepada panitia. Korban yang percaya begitu saja akhirnya kembali memberikan sejumlah uang yang dititipkan kepada Sri Hardatik lalu ditransfer kepada terdakwa.
Pada seleksi kali kedua ini, putra korban kembali gugur ketika seleksi pada tahap penilaian panitia penentu akhir (Pantukhir). Korban pun menagih janji terdakwa uang dikembalikan seluruhnya namun terdakwa ingkar atas janji itu.
Korban pun kesal dan marah karena janji itu tidak pernah ditepati. Padahal korban juga kembali memberikan uang untuk seleksi yang kedua kalinya. Bila dijumlah, korban sudah membayar sebanyak Rp. 518 juta.
Selain Siti Ngatikah, orang tua Aris yang menjadi korban terdakwa Bayong. Korban lainnya yang juga sudah menyerahkan uang senilai Rp. 350 juta yaitu Murdiyati, orang tua dari Laksana Satria. Korban menjadi dugaan penipuan yang sama.
Uang yang sudah disetor juga tidak pernah dikembalikan sama sekali, meski sudah ditagih berkali-kali. Kaorban pun mengaku bukan hanya rugi materi saja, melaibkan juga malu kepada tetangga dan saudara.
Meski begitu, perbuatan terdakwa didakwa melanggar sebagaimana diatur dalam pasal 378 KUH Pidana dan atau pasal 372 KUH Pidana.