JEMBER, FaktualNews.co – Ratusan warga Dukuh Rayap, Desa Kemuninglor, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Jawa Timur, mendadak panik, Minggu (2/12/2018). Mereka berhamburan keluar rumah berusaha menyelamatkan diri menuju titik evakuasi pengungsian.
Dengan terbata-bata dan penuh kepanikan, warga pun berlarian dan saling tolong-menolong untuk bersama menyelamatkan diri. Tidak sedikit juga ada yang terluka, dan dibantu petugas dari relawan bencana, untuk dievakuasi menuju tempat aman.
Namun kepanikan tersebut bukanlah sebuah bencana yang terjadi di Kabupaten Jember. Tetapi merupakan simulasi bencana yang diikuti ratusan warga setempat. Itu dilakukan agar dapat lebih tanggap terhadap bencana dan meminimalisir jatuhnya banyak korban saat bencana sebenarnya terjadi.
“Simulasi bencana ini, dalam rangka kegiatan Diklatsar Pemuda Tanggap Bencana Universitas Jember yang juga diikuti 100 kk warga sekitar. Untuk peserta diklatnya ada 80 mahasiswa,” ujar Pembina Korps Relawan Kampus Unej Joko Mulyono saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya.
Kegiatan simulasi bencana tersebut, dilaksanakan selama 3 hari, sejak 30 November dan 2 Desember 2018. Dengan materi yang dipahami peserta dan warga, terkait ilmu menghadapi bencana, keterampilan, dan sikap relawan yang peduli terhadap kemanusiaan.
“Untuk peserta diklat sangat besar manfaatnya, saat terjun ke tempat pengungsian, atau membantu melakukan proses evakuasi korban akibat bencana. Lewat simulasi dan diklat ini, mereka dilatih dengan serius,” jelasnya.
Sementara saat terjadi bencana, warga dapat lebih sigap menghadapi kondisi yang ada. “Sangat besar manfaatnya untuk masyarakat. Karena bukan tidak mungkin, bencana yang datangnya mendadak, tidak mungkin masih menunggu relawan atau tim penyelamat SAR untuk menyelamatkan diri. Jadi benar-benar bisa tanggap bencana sendiri,” terangnya.
“Kami berharap kegiatan ini memberikan manfaat, dan dapatnya diikuti warga di wilayah desa, kelurahan lain,” imbuhnya.
Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah, salah satu warga yang ikut dalam simulasi bencana, Tohari (43) menyampaikan, dari kegiatan itu dapat memberikan manfaat, untuk lebih tanggap bencana. “Awalnya memang kagok (grogi, red) untuk ikut. Tetapi diajarkan bagaimana menyikapi bencana. Manfaatnya bagus. Tahu harus berbuat apa saat terjadi bencana,” ujarnya.
Dirinya berharap, latihan serupa juga lebih sering dilakukan. “Sering maksudnya ya beberapa bulan sekali gitu. Karena khawatir lupa, atau mungkin bingung. Karena kan bencana datangnya tidak diduga-duga,” tukasnya.