JOMBANG, FaktualNews.co – Setelah menuai sorotan dari berbagai pihak, Kementrian Agama (Kemenag) Jombang, Jawa Timur, akhirnya bakal mengkaji ulang rencana penerapan Ujian Akhir Madrasah Berstandart Daerah (UAMBD) Madrasah Ibtidaiyah (MI) menggunakan handphone atau smartphone.
Rencana kaji ulang itu disampaikan Kepala Kantor Kemenag Jombang Abdul Haris saat dihubungi FaktualNews.co, Kamis (6/12/2018). Ia menyatakan, bakal meninjau ulang rencana penerapan program tersebut.
Seperti penjelasan semula, Kemenag akan mengkaji pelaksanaan UAMBD 2019 berbasis android. Karena memang Kemenag sejak awal menjadikan program itu sebagai pilihan yang harus dikomunikasikan dengan berbagai pertimbangan,” tulis Abdul Haris melalui pesan singkat yang dikirimkan ke FaktualNews.co.
Ada beberapa hal yang membuat Kemenag Jombang bakal mengevaluasi rencana pelaksanaan program itu. Diantaranya pertimbangan kemampuan ekonomi dan respon publik. “(Jadi) mempertimbangkan kemampuan dan psikologi peserta didik, kemampuan orang tua dan respon publik,” tukas Haris.
Memang pasca rencana pelaksanaan UAMBD MI menggunakan handphone di Jombang mencuat ke publik, banyak sorotan tajam kalangan masyarakat yang ditujukan kepada Kemenag Jombang. Mereka menilai rencana tersebut tidak pas. Bahkan menurut Ketua Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) Jatim Aan Ansori, kebijakan tersebut absurd atau tidak masuk akal.
Pelaksanaan UAMBD MI menggunakan handphone, dianggap tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi para orang tua wali murid. Sebab, mau tidak mau pelaksanaan UAMBD MI menggunakan handphone, akan berdampak pada keuangan wali murid. Lantaran, mereka harus membeli gadget hanya untuk kebutuhan ujian anaknya.
Sementara, psikolog Universitas Airlangga, Surabaya, Dr Nur Ainy Fardana Nawangsari Spsi Msi menilai, Kemenag Jombang perlu mengevaluasi kembali rencana itu. Sebab, pelaksanaan UAMBD MI dengan handphone sebagai pengganti komputer memerluka kecermatan.
Psikolog yang akrab disapa Dr Neny ini menuturkan, ada perbedaan pada piranti handphone dengan komputer. Kendati ada kemiripan dasar teknologi yang digunakan dua perangkat elektronik tersebut. Menurutnya, secara psikologis interaksi manusia dengan handphone dan komputer dinamikanya berbeda.
Handphone dibuat pada dasarnya sebagai alat bantu untuk komunikasi semata. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, berbagai menu dan fitur handphone semakin lengkap. Itu yang kemudian dikenal dengan smartphone atau ponsel pintar.
Banyaknya fitur dan menu-menu yang disediakan melalui ponsel pintar, dikhawatirkan akan mengganggu arah psikologi anak. Sehingga, menurut Dr Neny, tak patut jika handphone diberikan pada usia sekolah jenjang MI. Karena usia ini, anak-anak berada pada tahap eksplorasi fisik, sosial dan kognitif.
Penggunaan handphone pada diri anak setingkat SD/MI akan berdampak negatif kalau anak menjadi kecanduan terhadap penggunaan menu atau fitur di handphone, misalnya game, medsos (media sosial).
Sedangkan pengamat pendidikan IAIN Jember Muhammad Dasuki mengatakan, pelaksanaan UAMBD MI di Jombang menggunakan Handphone dirasa tidak sesuai dengan esensi dari ujian itu sendiri. Sebab, pelaksanaan ujian merupakan evaluasi dari hasil belajar yang dilakukan, dan tidak harus selalu menggunakan teknologi terbaru ataupun modern.
Menurut Dasuki, jika hal itu dilakukan, bukan tidak mungkin pelaksanaan ujian malah bukan fokus pada apa yang diujikan, tetapi malah ribet dengan bagaimana menggunakan teknologi yang ada. Lantaran lokus siswa yang mengerjakan merupakan siswa MI atau setingkat SD.