JEMBER, FaktualNews.co – Sorotan demi sorotan terus mencuat perihal rencana penerapan Ujian Akhir Madrasah Berstandart Daerah (UAMBD) Madrasah Ibtidaiyah (MI) menggunakan handphone atau smartphone oleh Kementerian Agama (Kemenag) Jombang. Kali ini datang dari kalangan pengamat pendidikan.
Pengamat Pendidikan IAIN Jember Muhammad Dasuki mengatakan, pelaksanaan UAMBD MI di Jombang menggunakan Handphone dirasa tidak sesuai dengan esensi dari ujian itu sendiri. Sebab, pelaksanaan ujian merupakan evaluasi dari hasil belajar yang dilakukan, dan tidak harus selalu menggunakan teknologi terbaru ataupun modern.
Menurut Dasuki, jika hal itu dilakukan, bukan tidak mungkin pelaksanaan ujian malah bukan fokus pada apa yang diujikan, tetapi malah ribet dengan bagaimana menggunakan teknologi yang ada. Lantaran lokus siswa yang mengerjakan merupakan siswa MI atau setingkat SD.
“Selain itu, nantinya juga dibutuhkan anggaran dana yang tidak sedikit, dan perlu dipertimbangkan. Karena yang memfasilitasi negara. Apalagi ini untuk tingkatkan MI, kan berat,” kata Dasuki yang juga dosen Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Jember ini.
Jangankan anak MI, lanjut Dasuki, bagi orang dewasa saja, pengoperasian sistem handphone tergolong yang rumit. “Apalagi kemudian ditambah untuk anak SD. Jadi perlu menjadi perhatian dari pemerintah, jika pertimbangan itu diambil (ujian menggunakan handphone), harus matang konsepnya,” imbuhnya.
Mulai dari cara pengoperasian, pengadaan, dan juga anggaran yang dibutuhkan. “Bagi orang yang berduit mungkin gak masalah, tetapi bagi yang tidak mampu kan berat. Gunakan alat-alat evaluasi yang sederhana. Agar tidak mengurangi esensi,” terangnya.
Sebab, dalam melaksanakan ujian atau evaluasi belajar, menurutnya, yang diutamakan adalah manfaat untuk mengetahui sejauh mana hasil belajar siswa. “Malah bisa tidak fokus bagi siswanya. Teknologi itu kan wasilah, atau media. Jadi menurut saya hakekatnya dulu untuk evaluasi, jadi untuk smartphone, ini kan yang dikedepankan persoalan teknologi,” tukasnya.
Ia pun meminta Kemenag Jombang untuk kembali mengkaji rencana penerapan UAMBD MI di Jombang menggunakan handphone. Selain itu, ia mengimbau agar UAMBD dikembalikan menjadi cara untuk melakukan evaluasi pendidikan pada diri siswa.
“Akan lebih bijaksana, diutamakan tentu esensi anaknya. Jadi meskipun sederhana, utamakan yang penting terkait evaluasi. Jangan hanya ingin dilihat keren tapi malah lupa dengan tujuan awal evaluasi hasil belajar yang dilakukan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Psikolog Universitas Airlangga, Surabaya, Dr Nur Ainy Fardana Nawangsari Spsi Msi, meminta agar Kemenag Jombang kembali mengevaluasi rencana penggunaan UAMBD MI menggunakan handphone. Mengingat dampak besar dibelakangnya.
Rencana penerapan Ujian Akhir Madrasah Berstandard Daerah (UAMBD) menggunakan handphone yang dilakukan Kementrian Agama (Kemenag) Jombang, Jawa Timur, sepertinya harus dievaluasi kembali atau dikaji ulang. Mengingat dampak besar dibelakangnya.
Hal itu disampaikan psikolog Universitas Airlangga, Surabaya, Dr Nur Ainy Fardana Nawangsari Spsi Msi kepada FaktualNews.co, Rabu (5/12/2018). Ia menilai perlu kecermatan terkait dengan kebijakan UAMBD MI menggunakan handphone sebagai pengganti komputer itu.
Ia mengatakan, piranti handphone dengan komputer jauh berbeda. Kendati ada kemiripan dasar teknologi yang digunakan dua perangkat elektronik tersebut. Menurutnya, secara psikologis interaksi manusia dengan handphone dan komputer dinamikanya berbeda.
Handphone dibuat pada dasarnya sebagai alat bantu untuk komunikasi semata. Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, berbagai menu dan fitur handphone semakin lengkap. Itu yang kemudian dikenal dengan smartphone atau ponsel pintar.
Banyaknya fitur dan menu-menu yang disediakan melalui ponsel pintar, dikhawatirkan akan mengganggu arah psikologi anak. Sehingga, menurut Dr Neny, tak patut jika handphone diberikan pada usia sekolah jenjang MI. Karena usia ini, anak-anak berada pada tahap eksplorasi fisik, sosial dan kognitif.
Penggunaan handphone pada diri anak setingkat SD/MI akan berdampak negatif kalau anak menjadi kecanduan terhadap penggunaan menu atau fitur di handphone, misalnya game, medsos (media sosial).