MOJOKERTO, FaktualNews.co – Terdakwa kasus pidana pemilu, yakni Kepala Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Suhartono dijatuhi hukuman 2 bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto.
Dalam kasus tersebut pria yang akrab disapa Lurah Nono, terbukti melakukan tidak pidana pemilu, berupa tindakan yang menguntungkan peserta Pemilu 2019. Sidang terakhir dengan pembacaan vonis terhadap terdakwa yang di langsungkan ruangan Cakra, dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Hendra Hutabarat.
Dengan di kawal tujuh pengacara di tambah ratusan massa, dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Suhartono bersalah dengan sengaja melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu peserta Pemilu dalam masa kampanye. Seperti yang diatur dalam Pasal 490 juncto Pasal 282 UU RI No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Vonis majelis hakim ini lebih berat jika dibandingkan tuntutan JPU. Pada persidangan Selasa (11/12), JPU meminta majelis hakim agar menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara dengan masa percobaan selama 1 tahun dan denda Rp 12 juta subsider 2 bulan kurungan. Sementara vonis majelis hakim hari ini tak disertai masa percobaan.
“Dua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Suhartono dengan pidana penjara selama 2 bulan dan denda sebesar Rp 6 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Hendra Hutabarat di dalam persidangan, Kamis (13/12/2018).
Sementara itu, usai persidangan, Kuasa Hukum terdakwa, Abdul Malik mengatakan, Tim Penasehat Hukum mengajukan banding terhadap vonis majelis hakim. “Dua bulan, Rp6 juta subsider 1 bulan. Dua bulan apa ini, apa tidak ada percobaannya. Kota (perkara pelanggaran pemilu di Kota Mojokerto, red) saja percobaan tiga bulan,” jelasnya.
Menurutnya, pelanggaran pemilu jeratan hukumanya sama dengan tindak pidana ringan (tipiring). Yakni mengingatkan dengan hukuman percobaan. Menurutnya jika ada percobaan setelah dua bulan vonis, lanjut kuasa hukum, maka banding akan dicabut. Karena menurutnya, perkara Pilkada ada percobaan.
“Mungkin hakim lupa, maka itu kami menunggu akta putusan ini. Penjara dua bulan, tidak ada kalimat masuk. Kami ajukan banding karena minta kepastian hukum, seluruh proses pilkada diputus bebas atau percobaan. Hakim keliru, kita tidak bisa mengandai-andai. Kita tunggu akta putusan karena banding tiga hari setelah vonis,” pungkasnya.