Produk Batik Pasuruan Menggeliat, Ekonomi Warga Desa Meningkat
PASURUAN, FaktualNews.co – Kalangan ibu-ibu warga Desa Wonosari, Kecamatan Gondangwetan, Kabupaten Pasuruan, terus berinovasi untuk menggerakkan potensi yang ada yakni dengan cara membatik. Kreasi seni ini dilakukan para perempuan desa ini setelah mendapat keterampilan membatik pada tahun 2015 lalu.
Bahkan dengan ketekunan dan tangan kreatif ini, mampu menghasilkan batik tulis berkualitas premium. Tak hanya itu, saat ini boleh dikatakan cukup piawai dengan membentuk motif Pakrida yang merupakan akronim dari Penanjakan, Krisan dan Sedap Malam. Batik tulis Wonosari, semakin meramaikan produk-produk unggulan Kabupaten Pasuruan.
Dengan bakat seni kriya yang dimiliki sebagian menjadi modal suksektor ekonomi kreatif warga. Selalu berinivasi dalam membatik, membuat desa yang diberada di lereng Gunung Bromo ini, mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah yang tentunya mampu mendongkrak ekonomi keluarga dari setiap hasil karya membatik itu.
Suroida (35), satu diantara pengrajin batik tulis Wonosari, yang terus melebarkan sayapnya sebagai pembatik profesional. Setiap minggunya ia mengerjakan sekitar 4-5 potong kain batik. Pesanan demi pesanan diterimanya dari konsumen batik yang tidak hanya berasal dari wilayah sekitar Kota dan Kabupaten Pasuruan serta daerah lainnya di Jawa Timur.
Bahkan pemesanan merambah ke luar luar daerah seperti Jakarta dan Bali. “Saya dan teman-teman sudah mulai membatik sejak tahun 2015. Motif andalan batik Wonosari lebih ke eksplorasi bermacam potensi Kabupaten Pasuruan. Seperi, motif bunga Krisan, Sedap Malam dan Penanjakan,”ujarnya saat ditemui di lokasi kerajinannya, di Desa Wonosari, Sabtu (22/12/2018).
Menurut dia, untuk menyelesaikan satu karyanya di atas kain sepanjang 2,2 meter dengan lebar 160 cm dibutuhkan waktu seminggu. Sebelum kemudian didistribusikan ke alamat masing-masing pemesan atau dipamerkan di Galeri Batik Tulis Wonosari yang berlokasi di sebelah Balai Desa Wonosari, Kecamatan Gondangwetan, yang kian hari makin dikenal sebagai desa batiknya.
Lamanya proses membatik itu juga yang membuat hasil karyanya tampak nyata pada setiap detail keindahannya. Harga yang dibandrol-pun beragam sesuai dengan jenis pewarna dan tingkat kerumitan motif yang dihasilkannya. Untuk batik tulis warna sintetis per potongnya dipatok seharga Rp 250.000 – Rp 300.000, untuk kain batik warna alam dihargai Rp 400.000 – Rp 500.000.
Diakuinya, dibutuhkan waktu cukup lama untuk bisa menghasilkan sehelai kain batik tulis. Desain gambar dilanjutkan dengan proses pembuatan pola dari canting, pewarnaan, dilapisi lilin agar warna tak pudar. Kain yang sudah dibatik dicelup warna dasar, minimal dua kali proses pencelupan sebelum kemudian direndam sehari semalam.
Terakhir, kain batik dijemur dan diangin-anginkan, tidak langsung dijemur di bawah sinar matahari langsung.”Proses membatik ini, juga membutuhkan ketekunan dan tak boleh sembarangan agar motif yang diharapkannya sesuai dengan yang diinginkan. Sehingga dengan begitu, hasilnya bisa memuaskan konsumen,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Warta Wonosari, Maimun mengatakan, pihaknya mendukung kreatifitas yang dilakukan para pembatik di desanya dari segi informasi ke masyarakat.”Kreatif ini dilakukan dalam bentuk publikasi di blog maupun media sosial KIM Warta Wonosari maupun mempromosikannya secara gethok tular,” tuturnya.