Politik

Jadi Korban PHP, Ribuan GTT/PTT Jember Tantang Caleg dan Capres Kontrak Politik

JEMBER, FaktualNews.co – Selalu menjadi korban janji politik, ribuan Pegawai Tidak Tetap (PTT) se-Kabupaten Jember, Jawa Timur, tegas menolak eksploitasi pemilu 2019 mendatang. Sebab, mereka merasa selalu dimanfaatkan untuk mendulang suara pada pemilu. Namun, pada kenyataannya nasib PTT tidak diperjuangkan secara konkret.

Pernyataan tegas itu juga akan dilakukan ribuan guru tidak tetap (GTT) sebagai bentuk solidaritas, dalam kegiatan Kongres Tenaga Kependidikan PTT se-Kabupaten Jember di Aula Kantor PGRI Jember, Kecamatan Patrang, Kamis (27/12/2018).

Ketua Asosiasi GTT/PTT se-Kabupaten Jember Abdul Halil Ediyanto menyampaikan, pernyataan tegas untuk menolak eksploitasi itu, sepakat akan dilakukan 1.500 PTT dan nantinya juga akan diikuti ribuan GTT lainnya.

“Informasi yang masuk ke pengurus, para GTT/PTT sering diundang datang ke acara sosialisasi pemilu, terkadang ada calon anggota DPR kampanye, terkadang juga ada janji-janji yang terlontar. Tapi kini kami tegas, tolak eksploitasi Pemilu itu,” ujar Halil saat dikonfirmasi sejumlah media.

Namun sebagai gantinya, kata Halil, nantinya Caleg ataupun Capres, harus melakukan janji politik sebagai bentuk keseriusan. “Kalau hanya obral janji, tegas kami tolak. Apalagi setahun ini, PTT tidak terima honor, mana perjuangannya. Sampai detik ini hanya PHP. Sehingga kami lebih hati-hati,” tegasnya.

“Sehingga sekarang, harus ada komitmen bersama (janji politik), agar tidak melenceng lagi. Jadi ke depan kami akan lebih cerdas,” sambungnya.

Selama ini honor yang diterima tenaga honorer, hanya berkisar Rp 200-300 ribu. “Itu saja tidak diterima. Apalagi setahun sudah ini tidak dibayar honornya. Jadi kami bersatu, dan berjuang untuk hak kami. Terlebih lagi menuntut SK dari bupati agar lebih jelas dianggarkan daerah,” tegasnya.

Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah, Ketua PGRI Jember Supriyono menyampaikan, terkait hak dari GTT-PTT se Kabupaten Jember itu dalam waktu dekat akan dilakukan komunikasi dengan pemerintah daerah.

“Jangan sampai terjadi aksi mogok jilid dua, yang akan dilakukan mereka (GTT-PTT). Karena jika ditotal ada 1.500 PTT, 5.000 lebih GTT, kemudian keluarganya ikut, bisa jadi 10 ribuan yang akan turun aksi,” ujarnya.

Apalagi ironisnya, lanjut Supriyono, dalam satu tahun terakhir ribuan PTT ini belum menerima gaji. “Bahkan tidak sedikit PTT usai bekerja di sekolah, melakoni kerjaan jadi tukang becak dan pemulung. Padahal mereka ini ujung tombak administrasi sekolah. Bayangkan mereka mogok kerja, jelas manajemen sekolah akan terganggu,” tukasnya.