Opini

Pajak Jabatan di Kadipaten Jomplang

Jare Cak Besut

Sejak pertama dikenalkan di publik, Republik Besut diharapkan mampu menjadi rubrik andalan yang menjadikan faktualnews.co memiliki wajah tersendiri. Dalam Republik Besut, tim redaksi berusaha mengolah satu informasi menjadi sebuah sajian berita yang mendalam. Melalui proses pencarian data pendukung, analisa hingga terciptanya berita yang terpercaya karena digali dari berbagai narasumber berkompeten, lugas dalam penyampaian dan berani mengabarkan.

Mengawali tahun baru 2019, tim berusaha memberi penyegaran dalam upaya pembenahan rubrik Republik Besut. Salah satunya yang akan hadir adalah Jare Cak Besut. Dalam rubrik Jare Cak Besut bukan tentang berita-berita yang dikupas secara tuntas, melainkan hanya cerita-cerita fiksi, candaan hingga sentilan dalam bentuk guyonan. Jare Cak Besut sendiri bukan berarti menggeser keberadaan Republik Besut, namun Jare Cak Besut merupakan rubrik tambahan untuk memperkuat garis wajah Republik Besut sendiri.

Seperti kisah kali ini, dimana dalam obrolan santai diwarung kopi, tiba-tiba Cak Besut mulai bercerita tentang buruknya penataan pemerintahan disalahsatu Kadipaten yang berada dalam naungan Republik Besut. “Kacau… Kacau…” gumam Cak Besut mengawali kisahnya. Sembari menghisap rokok putih favoritnya dalam-dalam, Cak Besut mengeluh akan buramnya roda pemerintahan disalahsatu Kadipaten bernama Jomplang. Jomplang sendiri  menurut Cak Besut baru saja melakukan proses demokrasi selayaknya yang terjadi di Republik-Republik sebelah.

“Jomplang sudah menemukan Adipati baru, tapi sepertinya masih jauh dari ekspektasi warga,” keluh Cak Besut. Sembari menghisap rokok putihnya kembali. Man Gondo dan Rusmini yang tertarik akan cerita Cak Besut hanya terdiam sambil terus menjalankan kesibukan masing-masing.

“Wes ndang dilanjut Cak, aku pengen ngerti cerito sampean karo tak sambi ngedoli kopi iki loh,” celetuk Rusmini sambil terus meliuk-liukkan tubuh bongsornya mengaduk kopi pesanan pelanggan. Kopi Rusmini sendiri dikenal seantero Republik Besut. Entah karena goyangannya ketika mengaduk kopi, sehingga rasa pait kopi bisa pekat dilidah atau sugesti semata bagi para penikmat kopi, tidak ada yang pernah tahu rahasia dibalik kenikmatan Kopi Yu Rusmini tersebut.

Adipati yang baru ini lanjut Cak Besut, sebenarnya cukup bagus dalam memerintah. Ia punya pengalaman yang cukup mumpuni untuk memimpin sebuah Kadipaten. Ditambah lagi ia merupakan putri dari tokoh pejuang yang tercatat dalam pelajaran sejarah. Namun lagi-lagi Cak Besut mengeluh akan tercorengnya kinerja Adipati baru ini.

Putra -putri sang Adipati baru, menurut Cak Besut yang membawa sejumlah dampak negatif. “Uakeh kelakuan seng gak pantes tapi masyarakat jek durung kebukak, semua masih larut dalam euforia atas terpilihnya junjungan mereka,” tambah Cak Besut.

Salahsatu perbuatan yang mencolok, dan menurut Cak Besut merupakan tindakan yang mencoreng garis perjuangan rakyat, adalah dalam sistem pemilihan para punggawa untuk menjalankan roda pemerintahan. Sebelum terpilih, Adipati ini dulu memiliki misi mewujudkan pemerintahan jujur dan bersih yang mengutamakan kepentingan umum dengan meningkatkan profesionalitas pegawai serta menjalakan tatanan administrasi pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

Namun pada realitanya, kabar-kabar yang diterima Cak Besut, pemilihan punggawa tidak lepas dari upaya suap menyuap sebagaimana Man Gondo yang sedari tadi mulutnya terlihat tak pernah diam menguyah beberapa gorengan. “Aku neh… lesu iki cak sewengi gak mangan, mumpung enek seng diemplok ” timpal Man Gondo sambil terus memasukkan kembali gorengan kedalam mulut ndowehnya.

Cak Besut langsung tertawa mendengar celotehan Man Gondo. “Persis riko ngunu iku, aji mumpung seng digawe, mumpung menjabat,“ tawa Cak Besut lepas. “Budal nang sawah gowo bombong…masio bungah ojo aji mumpung…” kidung Cak Besut. Ia kembali melanjutkan ceritanya. Menurut Cak Besut, kabar angin yang ia dapat, dalam menjalankan aksinya, putra sang Adipati dibantu dua orang utusan kadipaten. Kedua orang yang biasa dipanggil Tono dan Warto ini memiliki tugas sebagai penghubung antara para calon punggawa dan prajurit Kadipaten yang berkeinginan naik pangkat.

Pajak jabatan istilah Cak Besut ini, disetor diberbagai tempat. “Enek seng disetor nang samping kompleks makam Bapak dari sang Adipati. Enek seng disetor nang ruang makan pendopo Kadipaten,” cerocos Cak Besut seperti truk ngeblong karena kehabisan kampas rem.

Yu Rusmini yang bahenol pun terhenti menjalankan aktivitasnya. Ia pun segera mengambil tempat duduk disamping Man Gondo. Pantatnya yang besar, memaksa Man Gondo beranjak dari tempat duduknya dan memilih bergeser daripada mengambil risiko terjepit bokong. “Mosok cak, opo gak kualat…makame Mbah pejuang kok digae ngunu… terus opo yo gak wedi ta karo prajurit seng anti korupsi teko Republik Besut,” potong Rusmini.

“Sek to tak lanjut dulu” sergah Cak Besut. Rusmini hanya terdiam. Sementara Man Gondo masih asyik dengan gorengan kesepuluhnya. “Itungen iku man ojo lap lep ae,” kembali Cak Besut mengingatkan Man Gondo. Man Gondo hanya menyeringai menunjukkan barisan gigi yang tak beraturan miliknya.

Selain melibatkan Tono dan Warto, lanjut Cak Besut, untuk mencuci hasil pajak retribusi dibawah tangan tersebut, digunakan nomor rekening milik salahsatu sinden yang dikabarkan saat ini telah menjanda. “Jenenge Sri, dadi duit hasil setorane wong-wong iku ditransfer Warto utowo Tono nang rekening e Sri. Sri iki biyen sinden,” tambah Cak Besut.

Upaya ini menurut Cak Besut dimaksudkan sebagai bentuk mencuci uang panas menjadi uang dingin. “Oooo… ben gak kecekel pamong maksud e ngunu ta Cak,” timpal Rusmini. “Cocooook bener omongan riko yu,” jawab Cak Besut.

‘Orep ra sah spaneng ra ono kowe akuu ayeemmm…orep ra sah spaneng ra ono kowe aku seneeng’ sepenggal lagu dari guyon waton yang melejit setelah dinyanyikan oleh Nella Karisma ini tiba-tiba berbunyi dari kantong saku Cak Besut.

Sejurus kemudian Cak Besut kemudian mengambil hp miliknya tersebut sambil sedikit berbisik, “sstttt…sek bojo ku nelepon aku maeng dikongkon tuku  endog karo beras tapi seng progam BPNT, tapi tak tinggal ngopi iki maeng” lirih Cak Besut.

“Iyo buk, iki sek antri, agen e jek golek selangan mesin edc nang kampung sebelah, loh iki…wes wonge teko….langsung moleh aku,” ucap Cak Besut langsung menutup sambungan teleponnya. “Sek yo yu, Man, aku pamit sek cerito ne disambung mene, timbang aku moleh lambene bojoku mecucu ae,” ujar Cak Besut sambil berlari meninggalkan Man Gondo dan Yu Rusmini
“Cak kopi mu urung bayar, cerito mu yo urung tutuk kesusu minggat ae,” sergah Rusmini.
“Sekk yu lebokno bon ku, mben maneh tak ceritani….”
teriak Cak Besut yang menghilang dikejauhan.

Oleh :Adi Susanto

 

* Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Share
Penulis