PASURUAN, FaktualNews.co – Kasus mark up atas pembelian lahan untuk kantor Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur, sebesar Rp 2,9 miliar, bakal terkuak. Setelah dana kelebihan yang bersumber dari APBD Kota Pasuruan, dikembalikan oleh pemilik lahan pada 30 Juli 2018, yang ternyata pengembalian itu, ada sinyal pembohongan publik.
Hal itu terungkap di fakta persidangan kererangan saksi-saksi pada Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (21/1/2019), dengan terdakwa M Baqir, selaku pemberi suap kepada Wali Kota Pasuruan non aktif, Setiyono, terkait proyek Pengembangan Layanan Usaha Terpadu–Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM).
Dari keterangan Wali Kota Pasuruan non aktif, Setiyono yang dihadirkan sebagai saksi menyatakan bahwa dirinya telah mengembalikan dana kerugian negara dalam mark up pembelian lahan untuk kantor Kecamatan Panggungrejo, Rp 200 juta melalui rekening Hendrik. Dana itu didapatkannya dari fee proyek dari 10 rekanan yang dapat ploting proyek.
Tentu saja atas pernyataan Setiyono yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam pusaran korupsi berjamaah tersebut, menuai reaksi Konsorsium Masyarakat Anti Korupsi (KOMPAK) Pasuruan. “Pernyataan Setiyono adalah bukti kebohongan publik yang dilakukan oleh Sekda Kota saat itu,” ujar Lujeng Widarto, Koodinator KOMPAK, pada FaktualNews.co, Rabu (23/1/2019).
Ia menjelaskan bahwa saat itu, Sekda Kota Pasuruan, Bahrul Ulum, atas perintah Setiyono, mentebutkan bahwa Handoko yang merupakan pemilik lahan untuk kantor Kecamatan Panggungrejo telah mengembalikan dana itu sebanyak Rp 2,9 miliar ke kas negara. “Anehnya yang mengembalikannya justru Setiyono. Ini kan blunder,” beber dia.
Atas akal-akalan tersebut, pihaknya mendesak pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Pasuruan yang menangani kasus itu, agar membuka kembali. Mengingat lanjut Lujeng, apabila ditemukan bukti baru maka kasusnya bisa dibuka kembali. “Kami juga akan melaporkan pada KPK kasus berkolerasi ini. Kami minta Handoko juga diproses, demi tegaknya hukum,” pungkasnya.