Peristiwa

Alih Fungsi Hutan di Pasuruan Menjadi Lahan Pertanian Timbulkan Pro Kontra

PASURUAN, FaktualNews.co – Adanya dugaan alih fungsi hutan di kawasan Puspo dan Tosari, Kabupaten Pasuruan, menjadi lahan pertanian yang disewakan Perhutani pada Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat, menuai pro dan kontra masyarakat di kawasan lereng Gunung Bromo.

Penyewaan terjadi di kawasan RPH Penanjakan, Puspo, Keduwung (BKPH Tosari), Sugro, Nongkojajar, Cowek dan Gerbo (BKPH Lawang Timur), yang berada dikawasan lereng Gunung Bromo, yang awalnya ditanami pinus, justru saat ini berubah menjadi areal pertanian, yang ditanami sayur mayur, seperti kentang, wortel, kubis dan bawang preh.

Sedangkan pohon yang menjadi penguat akan adanya tanah longsor, banjir dan penyimpan mata air, juga nyaris habis diganti dengan sayur mayur. Penyewaan itu dilakukan Perhutani dengan ketentuan bagi hasil dan garapan harus dibawah tegakan. “Disewakan lahan itu sesuai dengan aturan,” ujar Asper Perhutan Tosari, Rahmadi, pada FaktualNews.co, Senin (28/1/2019).

Menurut dia, penyewaan lahan pada LMDH, karena Perhutani ikut peduli untuk kepentingan warga di sekitar hutan. “Paling tidak mereka diberdayakan dan bisa menopang perekonomian mereka. Semua sewa menyewa sesuai ketentuan Perhutan. Kalau ada oknum yang bermain akan kami telusuri dan harus ditindak,” kata Asper Perhutani yang mengaku baru 2 bulan menjabat ini.

Sementara adanya kabar menyebut bahwa petani yang menggarap atau menyewa harus bayar bervariatif sesuai luasan digarapnya. Bahkan setiap seperempat hektar, LMDH diminta bayar Rp 50 ribu, oleh oknum. Disisi lain, adanya alih fungsi hutan terjadi di kawasan yang menghubungkan jalur wisata Gondangwetan menuju Gunung Bromo ini, warga berharap ada solusi.

Sementara itu, Kepala Perhutani KPH Pasuruan, Lusy, saat dikonfirmasi mengatakan, program Perhutani adalah Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan (PDLT) dengan pola kerjasama, bisa ditanami sayur mayur sesuai kebutuhan masyarakat dengan harapan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar hutan.

Ia menjelaskan, dari hasil panen tersebut dengan tetap memenuhi aturan kehutanan. “Aturan Kehutanan salah satunya adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar kurang lebih 6 persen sesuai Surat Keputusan dari Kementrian LHK. Dari pajak itu kemudian disetorkan ke negara untuk pembangunan,” jelas Lusy saat dihubungi FaktualNews.co, Senin (28/1/2019) melalui telepon selularnya.