BLITAR, FaktualNews.co- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK) dalam penelitiannya terkait ketersediaan obat pada tahun 2018 lalu masih menemukan kekosongan obat. Penyebab kekosongan itu muncul dugaan korupsi lantaran ketidakterbukaan pengadaan obat.
“Ya sejauh ini persediaan obat di Kota dan Kabupaten Blitar, baik di Dinas Kesehatan, Puskesmas, dan apotik sudah tercukupi. Hanya satu yang ditemukan kosong kemarin di RSUD Mardi Waluyo. Di tempat itu kita temukan 7 kasus atau pasien tak mendapat obat dari 101 responden yang kita advokasi,” ujar Ketua KRPK, Imam Nawawi, dalam press release Rabu (30/1/2019).
Menurutnya, fasilitas kesehatan di Kota/Kabupaten Blitar dalam hal pelayanan sudah cukup baik serta sarana prasarananya sudah memadai. Begitu pula administrasi juga cukup baik dan mempermudah masyarakat.
“Meski sudah baik, kita tetap mewanti-wanti masih ada potensi adanya korupsi. Sebut saja pengadaan obat yang kita temukan di Kota Blitar tidak melalui tender tapi melalui penunjukan langsung dan rawan korupsi,” ujarnya.
Nawawi menyebutkan, kalau pengadaan obat tanpa melalui tender cenderung dipecah kecil-kecil anggarannya. Dengan nilai dibawah Rp 200 juta dan jumlahnya yang banyak membuat masyarakat sulit untuk mengawasi.
Untuk itu pihaknya merekomendasikan, dalam pengadaan utamakan lelang atau tender daripada penunjukan langsung. Serta mengutamakan prinsip transparansi dan akuntabilitas dengan memudahkan masyarakat untuk bisa mengakses informasi yang dibutuhkan.
“Kalau perlu buka posko pengaduan masyarakat agar masyarakat mudah menyampaikan aduan dan masukan. Dam kembangkan ide kreatif dan inovatif dalam hal pelayanan obat kepada masyarakat seperti membuat E-Resep,” jelasnya. (Dona Doni)