SITUBONDO, FaktualNews.co – Sikap Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Situbondo, yang tidak memeriksa Sekda Pemkab setempat, Syaifullah terkait dugaan keterlibatan dalam korupsi DBHCT tahun 2015, disayangkan pengacara senior, Supriyono.
“Kejaksaan harus segera mengusut tuntas adanya keterlibatan pihak lain dalam dugaan kasus korupsi ini. Jangan menunggu vonis terdakwa kasus dugaan korupsi DBHCT divonis,” tegasnya, Kamis (31/1/2019).
Menurut Supriyono, perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya kepada jaksa untuk mengagendakan pemeriksaan terhadap Sekda secara khusus, mengindikasikan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi dana DBHCT di Situbondo.
“Bupati seharusnya segera memanggil Sekda untuk mengklarifikasi fakta persidangan terkait adanya penyerahan uang di ruang sekda, yang tidak jelas peruntukannya itu,” katanya.
Kasus korupsi DBHCT Kabupaten Situbondo tahun 2015, menyeret mantan Kepala Disnakertrans, Kusnin, Bendahara Disnakertrans, Rasmi Andiyastutik, dan dua orang kontraktor itu diketahui jika saat menyerahkan uang sebesar Rp. 150 juta kepada Agus, Kusnin menyerahkan uang tersebut diruang Sekda Pemkab Situbondo.
Sementara itu, Bupati Situbondo, Dadang Wigiarto, memilih irit bicara terkait kasus korupsi DBHCT tersebut yang diduga melibatkan Sekda. “Saya belum mendengar info ini,” ujarnya singkat, Kamis (31/1/2019).
Terpisah anggota DPRD Situbondo, Narwiyoto berharap agar penegakan hukum jangan sampai tumpul ke atas, tajam ke bawah. Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya apalagi menyangkut kasus korupsi. “Siapapun itu, sekalipun atasan harus diusut tuntas,” tegasnya.
Narwiyoto menuturkan, kasus korupsi menjadi fokus pemerintah untuk segera dituntaskan. Oleh karenanya, perintah Pengadilan Tipikor agar memeriksa sekda harus segera ditindaklanjuti.
“Kejari harus segera menindaklanjuti perintah majelis hakim tipikor, jangan menunggu vonis seperti yang dilontarkan jaksa kepada media,” bebernya.
Diberitakan sebelumnya, mantan Kepala Disnakertrans, Kusnin dan bendaharanya, Rasmi Andiyastutik terlibat kasus korupsi pembangunan saluran air tersier di beberapa desa menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT) tahun anggaran 2014-2015 senilai Rp 900 juta. Dari jumlah total dana DBHCT tersebut Rp 221 lebih tidak dapat dipertanggung jawabkan.