FaktualNews.co

Sidang Pemalsuan Domisili di Sidoarjo, Penasehat Hukum Cristhea Kecewa

Kriminal     Dibaca : 1070 kali Penulis:
Sidang Pemalsuan Domisili di Sidoarjo, Penasehat Hukum Cristhea Kecewa
FaktualNews.co/Nanang Ichwan/
Terdakwa Christea Frisdiantara ketika diadili di PN Sidoarjo

SIDOARJO, FaktualNews.co – Kuasa Hukum terdakwa Doktor Christea Frisdiantara, B Sunu mengaku kecewa atas tidak hadirnya saksi verbalisan dari Polreta Sidoarjo, Bripda Della dalam sidang dugaan pemalsuan surat domisili yang menjerat kliennya.

“Kami menduga sejak sidang pekan lalu kami meminta melalui kewenangan hakim agar saksi verbalisan untuk dihadirkan, namun dalam sidang kali ini tidak akan hadir. Kami menduga ada ketakutan,” ucap dia, usai sidang di PN Sidoarjo, Kamis (31/1/2019).

Sunu menilai, kehadiranya Bripda Della itu dirasa sangat penting karena yang menerima hasil laboratorium forensi (labfor) yang dikeluarkan oleh Puslabfor Cabang Surabaya terkait surat domisi yang ditanda tangani Lurah Magersari Mochammad Arifien adalah Della.

“Jadi hasil labfor itu sudah dikirim dan yang menerima pada tanggal 7 September 2018 lalu adalah Briptu Della. Makanya kami meminta untuk dihadirkan sebagai saksi karena hasil labfor itu tidak dicantumkan dalam berkas penuntut umum. Ini penting bagi kami untuk mengetahui surat itu palsu atau tidak,” ungkap dia.

Meski begitu, pihaknya berharap agar pada sidang pekan depan saksi verbalisan itu bisa hadir dalam sidang. “Ya, kami berharap agar sidang pekan depan hadir,” harapnya.

Meski begitu, ketidak hadiran saksi verbalisan Bripda Della dalam sidang sudah disampaikan oleh Guruh Wicahyo, JPU Kejari Sidoarjo kepada Ketua Majelis Hakim Djoni Iswantoro.

“Mohon maaf yang mulia, saksi tidak bisa hadir karena sedang cuti,” ucap Guruh sambil memberikan surat kepada mejelis hakim dan meminta agar pekan depan untuk dihadirkan.

Dalam sidang dengan agenda keterangan saksi itu, majelis hakim akhirnya memeriksa saksi meringankan yaitu Slamet Riyadi, Wakil Bidang Aset Yayasan PPLP PT PGRI Unikama kubu Cristhea.

Slamet menceritakan bahwa dirinya mengetahui persoalan itu berawal ketika dipanggil lalu diperiksa oleh penyidik Polresta Sidoarjo bersama Wakil Ketua, Bendahara dan Sekretaris kubu Cristhea pada bulan oktober 2018 terkait surat domisili palsu itu.

“Waktu itu saya diperiksa Pak Fery dna ditanya ditunjukan soal surat palsu itu. Lalu saya jawab, gak mungkin itu surat palsu apa sudah di labforkan,” ucap dia ketika memberikan kesaksian dihadapan hakim.

Ia pun lalu menceritakan bahwa sebelum persoalan terbitnya surat domisili yang diduga palsu itu, kubunya melakukan rapat untuk pembukaan spesimen tanda tangan milik PPLP PT PGRI Unikama di sejumlah bank.

Ketika sedang rapat itu, salah satu pengurus bernama Kunta menawarkan saudaranya bernama Yulianto yang bisa membuka blokir itu dengan syarat mengajukan penetapan perubahan spesimen tanda tangan.

Menurut dia, Yulianto pun dihadirkan dan mengaku sanggup menguruskan itu dengan syarat membeli rumah di Sidoarjo. “Kami sempat bertanya, apa bisa kantor kita di Malang tapi dipindahkan ke Sidoarjo. Lalu dijawab katanya bisa dan meminta uang senilai Rp. 250 juta,” ungkap dia.

Setelah itu, lanjut Slamet pihak pengurus akhirnya menuruti permintaan Yulianto, karena dinilai kurang mengetahui persoalan hukum. “Uang itu lalu disiapkan dan diberikan kepada Pak Kunta. Katanya, uang itu lalu diberikan kepada Yulianto,” ungkap dia.

Selanjutnya, Slamet tidak mengetahui proses lebih lanjut. Hanya saja, dirinya mendapat cerita bahwa uang itu tidak pernah dikembalikan oleh Yulianto. Padahal, uang tersebut diminta untuk membeli rumah milik Puguh dan untuk penetapan spesimen di PN Sidoarjo.

“Tau-taunya ya ada masalah Pak Cristhea ini,” ungkap dia. Meski begitu, ia mengaku menyampaikan persoalan itu kepada penyidik dan tanda tangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun faktanya, ucap Slamet, dirinya baru mengetahui bila BAP itu dilampirkan dalam berkas penuntut umum.

“Tidak ada yang mulai,” ucap JPU Kejari Sidoarjo usai diperintah hakim untuk menunjukkan BAP saksi itu.

Perlu diketahui, Christea dijerat karena telah menggunakan surat keterangan domisi palsu. Awalnya surat itu untuk kepentingan pengajuan kredit perumahan rakyat (KPR). Pengajuan itu rencananya digunakan untuk membeli rumah milik Puguh yang berada di Perum Magersari, Sidoarjo.

Untuk memperoleh surat keterangan domisili itu, terdakwa menguasakan kepada Puguh, yang menjanjikan bisa menguruskan karena memiliki kenalan seorang pengacara bernama Yulianto Darmawan.

Pengurusan surat domisili itu untuk meyakinkan bank bahwa terdakwa benar warga Kelurahan Magersari, Sidoarjo. Padahal, terdakwa warga Malang.

Setelah surat domisili itu selesai, surat domisili tersebut tidak digunakan untuk pengajuan kredit di bank, melainkan digunakan untuk mengajukan permohonan pengubahan tanda tangan, speciment bank dari PPLP PT PGRI versi Soedja’i menjadi tanda tangan Christea Frisdiantara di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.

Tujuan permohonan itu digunakan untuk membuka pemblokiran bank, yang sudah diblokir oleh pengurus lama. Terdakwa menguasakan pengurusan itu kepada Yulianto, kuasa hukum, hingga permohonan itu dikabulkan oleh PN Sidoarjo.

Namun, belum sempat dibuka pemblokiran bank, perbuatan terdakwa akhirnya terungkap setelah ada pihak yang mengkroscek di PN Sidoarjo. Apalagi, dalam permohonan itu terdakwa menggunakan surat keterangan domisili dari Sidoarjo, padahal terdakwa asli warga Malang.

Dari situlah kemudian dikroscek surat keterangan domisili terdakwa. Setelah dilakukan kroscek bahwa Kelurahan Magersari, Kecamatan Sidoarjo tidak pernah mengeluarkan surat domisi atasnama terdakwa.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul