FaktualNews.co

Rayakan Imlek, Tionghoa-Millenial di Jombang Saling Curhat Pengalaman Hidup

Nasional     Dibaca : 868 kali Penulis:
Rayakan Imlek, Tionghoa-Millenial di Jombang Saling Curhat Pengalaman Hidup
FaktualNews.co/Muji Lestari/
Acara diskusi terbuka "Mendengar Suara Tionghoa Milenial di Kota Santri" yang digelar oleh GUSDURian dan Jombang Student Interfaith Forum (JSIF).

JOMBANG, FaktualNews.co – Anak milenial Tionghoa diminta lebih berani tampil ke publik untuk menyuarakan gagasan dan pengalaman hidupnya. Hal ini tertuang dalam diskusi terbuka “Mendengar Suara Tionghoa Milenial di Kota Santri” yang digelar oleh GUSDURian dan Jombang Student Interfaith Forum (JSIF).

Acara yang digelar untuk merayakan imlek ini digelar disebuah kedai kopi sederhana di Kota Jombang, pada Rabu (06/02/19) malam. Dengan menggunakan baju berwarna merah,  mereka menyuarakan suka duka pengalaman hidupnya sembari menyuarakan pentingnya penghormatan terhadap sesama dan menghargai keragaman Indonesia.

Anita Cornelia, aktifis Khonghucu Klenteng Gudo, menyatakan forum ini merupakan yang pertama kali di Jombang. “Tidak mudah menjadi Tionghoa. Saya  kenyang perlakuan diskriminasi dan pernah mengalami kekerasan,” kata Joe Sava, aktifis Jombang Student Interfaith Forum (JSIF).

Mahasiswa Tionghoa jurusan akuntansi di salah satu universitas swasta di Surabaya ini mengaku pernah  berkelahi gara-gara membela temannya yang diejek. Semasa kecil sepedanya pernah dirusak, bahkan dirinya pernah dikencingi. “Karena saya Tionghoa,” katanya dihadapan forum sambil mengajak yang lain untuk aktif bergaul dan tidak minder.

Pengalaman Joe disambut Muliasari Kartikawati, narasumber lainnya. Perempuan muda bermata sipit yang sehari-hari menjadi dosen ini menekan pentingnya menjaga integritas dan menjadi teladan. “Kalau kita kritik pemerintah agar tidak korupsi, maka kita juga nggak boleh korupsi. Papa dan engkong saya berpesan seperti itu,” tukasnya.

Perempuan ini juga menyinggung peran penting Orde Baru yang membuat warga Tionghoa terkesan menutup diri. Kebijakan rezim tersebut berdampak kuat terhadap psikologi warga Tionghoa Indonesia. “Tapi untung ada Gus Dur yang berani membuka borgol politik diskriminatif Pak Harto,” katanya.

Ajakan untuk optimis dan berperan konkrit  bagi Jombang  juga disuarakan oleh narasumber lain, misalnya Steven, Sandy Dolorosa, dan Susi Indraswari.

“Jangan sampai ke Tionghoa an kita menjadi penghambat berkreasi menjadikan Jombang lebih baik lagi,” kata Sandy.

Acara yang berlangsung secara sederhana ini juga dihadiri tokoh agama dan beberapa dosen Tionghoa dari Malang dan Sydney Australia. Sebelum dimulai, acara terlebih dahulu dibuka dengan nyanyian Indonesia Raya. Jajanan a la imlek juga terlihat menjadi suguhan forum tersebut.

“Kami ingin Tionghoa millenial lebih berani lagi. Itu sebabnya, saya meminta narasumbernya didominasi Tionghoa,” ujar Aan Anshori, penggerak GUSDURian yang ikut memprakarsai acara tersebut.

 

 

 

 

 

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
Nurul Yaqin