FaktualNews.co

Mayoritas Pendidikan Diniyah di Indonesia Dinilai Tak Bermutu

Pendidikan     Dibaca : 2133 kali Penulis:
Mayoritas Pendidikan Diniyah di Indonesia Dinilai Tak Bermutu
FaktualNews.co/Muji Lestari/
Pelantikan pengurus Asosiasi profesi Perkumpulan Manajer Pendidikan Islam Indonesia (Perma Pendis) di Pesantren Tebuireng.

JOMBANG, FaktualNews.co – Mayoritas lembaga pendidikan Diniyah di Indonesia dinilai tidak memiliki mutu dan kualitas yang baik. Hal ini diungkapkan oleh Ketua umum Asosiasi profesi Perkumpulan Manajer Pendidikan Islam Indonesia (Perma Pendis), Badrudin, dalam kongres pertama Perma Pendis Indonesia di Gedung KH M Yusuf Hasyim, Pesantren Tebuireng, Jombang, Sabtu (09/02/2019).

Badrudin juga menyebut lembaga pendidikan formal seperti MI (Madrasah Ibtidaiyah), MTs (Madrasah Tsanawiyah), dan MA (Madrasah Aliyah) secara umum juga belum bermutu. Hal ini menurutnya, ditandai dengan output lembaga tersebut dimana yang dapat melanjutkan ke lembaga pendidikan favorit pada jenjang di atasnya sangat terbatas.

“Jumlah lembaga yang banyak tersebut, umumnya tidak diikuti oleh kualitas yang baik. Hanya sebagian kecil lembaga pendidikan Islam yang bermutu. Walaupun terdapat juga madrasah unggulan tapi jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah madrasah secara keseluruhan,” ungkapnya.

Beradasarkan data statistik (pendis.kemenag.go.id), Pesantren di Indonesia berjumlah 27.218 dengan rincian pesantren salafiyah 13.446 lembaga (49.4%), pesantren khalafiyah 3.064 lembaga (11.3%) dan pesantren kombinasi 10.708 lembaga (13.3 %). Sedangkan, jumlah pendidikan diniyah di Indonesia ada 73.081 lembaga. Rinciannya, 60.834 diniyah ula, 9.759 diniyah wustha, dan 2.488 diniyah ulya.

Badrudin menuturkan, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan Islam.  Diantaranya faktor politik (kebijakan pendidikan), ekonomi, sosial dan budaya.

“Para ahli pendidikan Islam Indonesia mengakui bahwa pesantren merupakan lembaga yang indigeneous asli/pribumi Indonesia,” kata Badrudin.

Dari segi politik pendidikan, kata dia, kebijakan Pemerintah terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam Indonesia seperti pesantren dan madrasah sejak Indonesia merdeka belum diakomodir dalam Undang-Undang pendidikan dan pengajaran yang pertama yakni undang -undang Nomor 4 Tahun 1950 Jo Nomor 12 tahun 1954.

“Pada Undang-undang Sisdiknas ke-2, masa UU Nomor 2 tahun 1989 (Sistem Pendidikan Nasional), pendidikan Islam baru menjadi subsistem dari pendidikan nasional. Baru pada masa UU Sisdiknas ke-3, UU Nomor 20 Tahun 2003 pendidikan Islam mendapat payung yang jelas baik pada jenjang formal ataupun nonformal,” ujar Badrudin.

Namun demikian, pasca tiga kebijakan berupa Undang-Undang pendidikan tersebut, lanjutnya,  pendidikan Islam belum dijadikan prioritas dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan lebih berpihak pada kepentingan Pemerintah sehingga menyulitkan pelaksanaannya oleh masyarakat di tingkat lokal.

Badrudin mengatakan, Pesantren-pesantren dan madrasah diniyah sebagai lembaga pendidikan nonformal di Indonesia walaupun sudah diakui dalam Undang-Undang tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, praktiknya belum mendapat perhatian Pemerintah secara memadai. Ini ditandai tidak adanya kepastian anggaran dari Pemerintah untuk pesantren dan Madrasah Diniyah atau Diniyah Takmiliyah.

“Untuk madrasah jalur formal, pada tingkat propinsi dan kabupaten atau kota, madrasah yang formal (MI. MTs, dan MA) dianggap termasuk bidang garapan agama sehingga mencukupkan pembiayaannya dari anggaran agama di bawah Kementerian Agama dan tidak mendapat dana pendidikan yang wajar dari Pemerintah Propinsi atau Kabupaten/kota, karena dianggap harus didanai dari anggaran agama,” bebernya.

Sementara, dalam Kongres ke-1 Perma Pendis bertempat di Jombang dari tanggal 8-10 Pebruari 2019 membahas Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi, Program Kerja, dan Rekomendasi. Dengan adanya Perma Pendis ini, Badrudin berharap akan bisa andil dalam memperbaiki mutu pendidikan diniyah yang dinilai masih cukup rendah ini.

“Rendahnya mutu pendidikan Islam harus dicarikan solusinya. Argumentasi rasional yang dapat disampaikan yaitu bahwa agar lembaga-lembaga pendidikan Islam bermutu, harus dikelola secara bermutu. Untuk itu diperlukan adanya manajer (pengelola) lembaga pendidikan Islam yang mampu mengelola lembaga-lembaga pendidikan Islam secara bermutu,” pungkasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul