FaktualNews.co – Peredaran narkoba tumbuh subur meski upaya pemberantasannya telah dilakukan oleh berbagai pihak, terutama kepolisian. Jember termasuk salah satu kota yang paling tinggi kasus peredaran narkobanya.
Kapolres Jember, AKBP Kusworo Wibowo, mengatakan pihaknya hampir setiap hari melakukan penangkapan terhadap tersangka penyalahgunaan narkoba. Dalam Operasi Semeru 2019 yang digelar selama 12 hari yakni sejak tanggal 26 Januari hingga 6 Februari 2019, Polisi berhasil mengamankan 53 tersangka penyalahgunaan narkoba dan okerbaya. Dari tangan tersangka, polisi berhasil menyita barang bukti berupa 16.258 butir obat keras berbahaya (okerbaya), 2,11 gram sabu, 2,5 gram ganja, dan uang hasil penjualan senilai Rp 5,2 juta seperti yang dilansir oleh FaktualNews.Co.
Kasus narkoba terus menerus terjadi sehingga perlu kiranya kita menelisik berbagai upaya selama ini. Hari anti narkoba internasional tiap tahun diperingati. Bahkan badan penanggulangan nasionalnya pun telah berdiri. Namun tetap saja narkoba menggurita, pembuat, pengedar hingga penggunanya tak juga jera. Wajar jika kemudian muncul tanya, kenapa Indonesia bak surga bagi narkoba?
Paradigma ekonomi dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negri ini telah menumbuhsuburkan peredaran narkoba itu sendiri. Profit yang menggiurkan jadi alasan terkuat untuk menggelar ‘dagangan’. Ya, sebagaimana yang kita pahami hukum umum ekonomi kapitalisme. Ketika ada permintaan, maka barang harus disediakan. Keuntungan ada di depan mata. Jangan sampai disia-siakan. Tanpa peduli bahaya yang dimunculkan, apalagi halal-haramnya dagangan.
Inilah yang tengah kita saksikan. Narkoba menjadi jajanan seperti permen yang bebas diperjualbelikan. Mulai dari orang dewasa hingga usia anak SD, baik laki-laki maupun perempuan. Inilah sejatinya wajah baru penjajahan (neoimperialisme). Tak perlu senjata rudal, bom atom dan semacamnya. Sebab narkoba dan sejenisnya telah mampu menjadi senjata pemusnah massal dengan biaya produksi yang amat sangat murah namun keuntungan yang diperoleh berlipat ganda.
Bagi yang masih memiliki akal sehat tentu sepakat untuk menyudahi penyakit sosial narkoba. Hanya saja, upaya ini tidaklah mudah. Jeruji besi serta beberapa sanksi hukuman selama ini yang berlaku terbukti tak cukup ampuh memberantasnya. Butuh upaya yang sistemik dari berbagai lapisan.
Lapisan pertama adalah dibutuhkan individu-individu yang bertaqwa. Kuat pondasi aqidahnya. Tebal keimanannya. Sehingga tidak mudah tergoda untuk menjadi budak narkoba.
Lapisan kedua adalah kontrol masyarakat. Kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar harus ditingkatkan. Sikap apatis dan individualis harus ditinggalkan. Masyarakat harus kembali mengambil peranan pentingnya yakni menjadi kontrol sosial dalam kehidupan. Bahasa sederhanya, menjalankan amar makruf nahi munkar.
Lapisan ketiga adalah hadirnya pemerintah (negara) sebagai pelindung dan pengatur urusan rakyatnya. Ketakwaan individu dan kepedulian masyarakat tidak akan terwujud tanpa ada support dari negara. Oleh karena itu, peran negara dalam membuat kebijakan-kebijakan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah vital. Berbagai keputusan yang dihasilkan akan berpengaruh langsung bagi corak kehidupan.
Pastinya, kita tidak dapat berharap pada sistem kapitalisme untuk mewujudkan keharmonisan tiga lapisan tersebut. Karena realitasnya, kapitalismelah yang justru menjadi akar dari masalah narkoba. Selanjutnya, kembali pada sistem kehidupan dariNya (Islam) adalah pilihan yang layak untuk diperhitungkan. Mengingat kiprahnya telah terbukti berjaya dan menjadi peradaban mulia selama ribuan tahun.
وما توفيقي الا بالله
Oleh: Laily Chusnul Ch. S.E (Pemerhati Sosial Ekonomi)