KPU Jombang Sarankan Nyoblos di Kampung Halaman, Belasan Ribu Santri Terancam Golput
JOMBANG, FaktualNews.co – Keberadaan belasan ribu santri yang potensial menjadi pemilih pada gelaran Pemilu 2019 di Jombang, Jawa Timur, ternyata tidak disikapi secara serius oleh KPU setempat. Ini terbukti dengan hasil rekapitulasi dan penetapan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) tahap awal yang hanya mencatat sekitar 868 yang pemilih pindah domisili.
Padahal, di Kabupaten Jombang terdapat sekitar 300-an Pesantren. Jika ditotal ada belasan belasan ribu santri yang memiliki hak suara dan bisa mencoblos pada Pemilu 17 April mendatang.
Dikonfirmasi mengenai hal ini, Komisioner KPU Jombang, Abdul Wadud Burhan Abadi mengaku sejauh ini belum mengetahui secara persis jumlah santri secara keseluruhan di Jombang. Bahkan, untuk proses pencoblosan ini, Burhan malah meminta mereka tetap menggunakan hak pilihnya di tempat asalnya.
Sehingga santri-santri ini tetap bisa menyalurkan aspirasinya baik di Pilpres (pemilihan presiden) maupun Pileg (pemilihan legislatif).
“Saya belum tahu angka persisnya untuk santri berapa tapi memang banyak Pesantren di Jombang ini, kita imbau mereka tetap gunakan hak pilihnya ditempat asal sehingga mereka tetap bisa nyoblos lima, selain Pilpres juga bisa nyoblos DPR dan DPRD Provinsi dan Kabupaten serta DPD”, terangnya, Senin (19/02/19).
Burhan mengkalim bahwa sejauh ini pihaknya sudah gencar melakukan sosialisasi ke seluruh pesantren serta melakukan koordinasi dengan Kantor Kemenag setempat. Kata dia, setelah tahap pertama, pendataan tahap kedua ini akan terus dilakukannya hingga 12 maret mendatang. sehingga bagi pemilih asal luar daerah yang ingin pindah domisili untuk mencoblos bisa meminta dokumen A5 ke KPU setempat.
pernyataan Komisioner KPU Jombang itu, kontra produktif dengan yang disampaikan salah satu santri Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Umi Khulsum (22). Santriwati asal Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan ini mengaku mengetahui bisa mencoblos dengan cara mengurus formulir A5 ini setelah ada sosialisasi dari pengurus Yayasan Pesantren. Dia bersama dua orang rekanya bergegas datang ke Kantor KPU pada 16 Februari kemarin.
Meski prosesnya tidak banyak menyita waktu karena hanya memerlukan KTP el dan KK saja, namun, mahasiswi semester akhir Unwaha Tambakberas ini mengaku kesulitan. Lantaran persoalan teknis keluar pesantren yang terlalu ribet. Diapun berharap, pihak KPU yang memiliki inisitif datang ke pesantren melakukan pendataan DPTb ini.
Sebab tidak menutup kemungkinan, ada banyak santri yang terpaksa menjadi golput karena tidak tidak memiliki formulir pindah domisili untuk mencoblos. Terlebih, pada saat pemilihan berlangsung pihak pondok tidak meliburkan santrinya.
“Apalagi yang statusnya pelajar ini yang sulit harus ijin ke pengurus dan perlu kendaraan untuk ke datang KPU,” ungkapnya.
Umi Khulsum sendiri mengaku sempat berencana tidak mencoblos karena rumahnya asalnya yang cukup jauh dan membutuhkan biaya dan waktu tak sedikit apabila harus pulang kampung untuk sekedar mencoblos. Hal inipun tentunya juga dirasakan oleh santri-santri lainya.
“Kalau nggak ada informasi soal pindah memilih ini saya mungkin jugan nggak nyoblos, sebab untuk pulang kampung saya butuh waktu satu mingguan dengan biaya tiket pulang pergi antara Rp 1,2 juta sampai Rp 2 juta untuk naik bus atau pesawat,” pungkasnya.