LAMONGAN, FaktualNews.co – Para mantan napi teroris (napiter) dan Kombatan berbaur menjadi satu bersama korban bom Hotel JW Mariot 5 Agustus 2003 Mega Kuningan di Masjid Baitul Muttaqien Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Lamongan. (25/02/2019).
Acara yang jarang sekali ditemui tersebut digagas oleh Adik terpidana Bom Bali 1, Ustad Ali Fauzi selaku Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian. Mengajak masyarakat untuk menjaga lidah dan media sosial apalagi saat ini tahun politik beda pilihan tetapi jaga kebersamaan jangan terpancing dengan berita berita yang belum tentu kebenarannya dan turut menjaga suasana yang sejuk dan damai.
“Pengajian terinspirasi yang diselenggarakan ba’da Isya diambil dari ayat Al Qur’an yang artinya tidak ada kebaikan yang menyuruh bersodakoh dan berbuat kebaikan, ” kata Ali Fauzi Mantan Mujahid Afganistan.
Pengajian disini, lanjut Kombatan Ambon Ali Fauzi, dihadiri korban bom, pelaku bom dan penyidik kepolisian, “Mas Didi ini salah satu korban yang mengakibatkan hidupnya menderita. Sedangkan pelaku bom hotel JW Mariot adalah Dewi Permana dan Ihwan Maulana murid dari Nurdin M Top, ” terang adik Amrozi terpidana mati bom Bali 1.
Dulunya pelaku di Malaysia dan telah melakukan banyak teror sehingga mereka dikejar oleh Polisi Diraja Malaysia dan mereka melarikan diri ke Indonesia. Selanjutnya mereka meledakan Hotel JW Mariot dengan menaruh bom yang diisi di dalam koper karena dulunya belum ada pemeriksaan dengan alat metal detektor sehingga masih bebas keluar masuk.
“Dengan ledakan tersebut mengakibatkan korban yang sangat banyak termasuk yang meninggal dan luka luka. Sebelumnya telah terjadi bom di Bali dan jujur bahannya berasal dari Tenggulun tetapi untuk pencampurannya di Bali dan ada salah alat yang tidak ada di Indonesia harus diperoleh dari luar negeri.” jelas Manzi panggilan akrab Ali Fauzi.
Lebih jauh, Manzi mencontohkan, Didik salah satu korban bom yang bisa memaafkan para pelaku dengan kondisi badan yang telah cacat agar ini bisa menjadi pelajaran bagi semua untuk memaafkan dan lapang dada.
“Saya bekerja sosial untuk menjaga perdamaian, adanya sosok yang jelek bukan nabi atau rosul tetapi namanya masuk dalam surat Lukman yaitu Lukman Al Hakim karena oleh juragannya disuruh menyembelih kambing dan menyisihkan daging paling enak untuk tuannya. Bahwa potongan daging lidah dan hati itu ada kebaikan dan keburukan sehingga dapat menjadikan kebaikan dan keburukan,”imbuhnya.
Sementara itu Didik Hariyono korban bom Hotel JW Mariot, menceritakan kejadian yang membuatnya cacat. “Saya dari Kediri ke Jakarta kemudian saya bekerja di PT Seal Otomotif Jakarta yang bersebelahan dengan JW Mariot yang merupakan awal kejadian, “kisahnya.
Dikataka, pada hari selasa tanggal 5 Agustus 2003 itu dia masuk bekerja dan saat itulah terjadi ledakan bom di Hotel JW Mariot. Dia menjadi korban terlempar dan terbakar.
“Bagian badan saya sebelah kanan patah semua, saat itu saya masih sempat lari ke jalan untuk menyelamatkan diri dengan badan terbakar dan ada orang yang memberitahu untuk berguling guling agar api di badan saya padam,”cerita Didik.
Selanjutnya, kata Didik, dia dibawa dengan ambulan ke RS MSC kemudian dirujuk ke RS PP selama 1 tahun dari 2003 sampai 2004 ditambah rawat jalan sekitar 4 – 5 tahun.
“Di UGD selama sebulan dan operasi kulit dan plastik sekitar 17 kali dan selama setahun itu saya tidak bisa apa apa sehingga saya harus belajar kembali memegang hingga belajar berjalan. Setelah selesai pengobatan saya kembali pulang kampung, “kenangnya.
Dari cerita yang dialami Didik, dirinya berpesan agar menjaga perdamaian dan saya telah memaafkan para pelaku. “Sabar ikhlas dan bersyukur semoga dapat memberi manfaat dan hikmah dalam kehidupan, “ungkasnya.
Sementara itu, dalam acara tersebut dihadiri oleh ratusan jama’ah yang pernah menjadi korban dan pelaku teror di Indonesia.