Kriminal

Sidang Satwa, Kuasa Hukum: Izin Penangkaran Mati Pengelola Tidak Harus Dipidana

JEMBER, FaktualNews.co – Kasus penangkaran satwa ilegal di Dusun Krajan Gambiran, Desa Curahkalong, Kecamatan Bangsalsari, yang dimiliki oleh Liau Djin Ai alias Kristin (59) Direktur CV Bintang Terang, menurut kuasa hukum tidak harus dipidanakan. Karena terkait persoalan yang dihadapi adalah karena izin penangkaran mati sejak tahun 2015. Tetapi untuk transaksi satwa ada dokumen lengkap yang mendukung.

Sehingga tidak seharusnya langsung dijatuhkan dakwaan pidana, namun harusnya dilakukan pembinaan terlebih dahulu dari Balai Besar KSDA (BKSDA) sebagai induk lembaga yang menerbitkan izin bagi pengelola penangkaran.

Namun demikian, diketahui dalam sidang lanjutan kasus penangkaran Satwa Ilegal di Pengadilan Negeri Jember Jalan Kalimantan, Senin sore (4/3/2019), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua orang saksi untuk menguatkan dakwaan yang diberikan kepada Liau Djin Ai sebagai pemilik penangkaran satwa tersebut yang melakukan jual beli satwa ilegal.

Dimana kedua orang saksi itu adalah ahli dari Kementeriaan Lingkungan Hidup Niken, dan Pengusaha Jual Beli Satwa di Bali, Dewa.

“Izin penangkaran satwa mati, tidak lantas pemilik dipidanakan. Padahal pemilik ini sudah lama melakukan penangkaran untuk melestarikan satwa. Harusnya dibina terlebih dahulu oleh induknya, yakni dari BKSDA,” kata kuasa hukum terdakwa, M. Dafis, Senin (4/3/2019).

Dari keterangan dua orang saksi, lanjutnya, fakta di persidangan setiap transaksi satwa, seperti pembelian burung yang dilakukan dengan pengusaha di Bali, sesuai keterangan ahli ada surat keterangan. “BKSDA saya juga nilai lalai, karena yang benar (terkait izin penangkaran sudah habis), mestinya dibina, tidak begitu saja dipidana,” ujar Dafis.

Untuk teguran terkait izin operasional yang disampaikan kepada kliennya, lanjut Dafis, sudah disampaikan sebelumnya. “Karena izinnya sudah diurus, Kepala BKSDA mengakui kok saat itu kalau masih proses. Tapi terkait dakwaan jual beli satwa silahkan diproses, faktanya jual beli ditunjukkan (selalu) dengan dokumen, tuduhan jual beli tanpa dokumen tidak terbukti,” tegasnya.

Sementara itu, JPU PN Jember Akbar Wicaksana menyampaikan, dari saksi disampaikan sesuai fakta, tentang asal usul burung, kalau ahli terkait legalitas dari kepemilikan satwa burung tersebut. Dimana kedua saksi mendukung pembuktian terhadap pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa. “Izin penangkaran mati 2015, itu sama saja tidak memiliki izin, dan izin edarnya mengikuti,” katanya.

Menurut keterangan saksi sebelumnya, lanjutnya, teguran terhadap terdakwa melalui BKSDA sudah dilakukan. “Tapi selama 3 tahun tidak ada upaya, padahal harusnya izin harus dilakukan 3 bulan sebelum mati izinnya,” katanya.

Untuk jenis pelanggaran bukan administrasi, katanya, karena seharusnya mengurus izin tidak dibiarkan selama 2 atau 3 tahun berlalu. Jadi terdakwa didakwa dengan pasal 40 Junto Pasal 21 UU Nomor 5 tahun 1990. “Sehingga (terdakwa) terancam dengan hukuman maksimal 6 tahun,” tandasnya.