Opini

Kalah Dengan Orang Madura

Jare Cak Besut

SEAKAN tak peduli hiruk pikuk yang mengusik ketentraman kampung mereka. Cak Besut dan Rusmini menikmati keberangkatan ibadah mereka ke tanah suci. Dari kediaman masing-masing, mereka diantar sanak keluarga menuju Bandara Juwana.

Setibanya di bandara yang berstandar Internasional tersebut, sembari menunggu rombongan jamaah yang lain, keluarga pengantar Cak Besut dan Rusmini berkumpul disatu titik depan pintu masuk keberangkatan.

Sambil bersenda gurau, tiba-tiba berhenti di depan mereka sebuah mobil penumpang berwarna silver. Begitu pintu terbuka nampak dua pria gagah berpakaian rapi keluar dari mobil.

Di belakang mereka mengikuti beberapa wanita sexy bak bidadari turun dari taxi. Secara penampilan, semua tahu jika dua pria gagah yang berjalan di depan itu adalah sopir pesawat. Sementara wanita sexy pengiringnya pramugari.

Putra Sulung Cak Besut yang sedari tadi memperhatikan rombongan ini, langsung berkata pada bapaknya. “Pak aku pengen dadi koyok ngunu, enak iso nang ndi-ndi dikawal Megawati pisan,” tukas sang anak yang terus nerocos tanpa menyadari kesalahannya. Cak Besut yang semula tidak terlalu memperhatikan omongan sang putra, langsung berhenti makan roti bekal dari rumah.

“Sek sek, opo Megawati iku?,” selidik Cak Besut. Menyadari kesalahannya, dengan cepat sang anak langsung meralat omongannya tadi. Ia menegaskan yang ia maksud tak lain adalah Pramugari. Mendengar celoteh sang anak ini seluruh keluarga Cak Besut dan Rusmini tak mampu menahan tawa.

“Lah mbok pikir kate kampanye ta?,” timpal salahsatu keluarga. Kekonyolan yang dialami Cak Besut tidak berhenti sampai disana.

Pesawat yang membawa mereka ke tanah suci itu kebanyakan diisi oleh jamah yang berusia senja. Ada diantara mereka yang tidak mengerti sama sekali bahasa Indonesia. Sebagian besar jamaah, terdengar dari logat bicara, berasal dari Suku Madura.

Singkat cerita pesawat telah menembus perkasanya awan. Penerbangan hampir memakan waktu 2 jam. Diliriknya layar monitor yang berisi cuaca, jarak hingga keberadaan pesawat terkini. Ia sempat melihat pesawat telah berada diatas Samudera Hindia.

Cak Besutpun melepas sabuk pengamannya. Ia menuju kamar kecil yang berada dibagian belakang. Ketika melintas di bagian tengah pesawat, tepat diantara pintu darurat, ada ruang kosong yang cukup luas.

Di sana nampak seorang wanita berusia senja tampak tidur selonjor di lantai pesawat dengan santainya Wanita ini rupanya penumpang disalahsatu kursi yang berada tepat diruang kosong ini. Ia memilih tidur dilantai tanpa alas ketimbang duduk dikursi.

“Jiamput jaran, tibak e masio ndeso dan baru pertama naik pesawat tapi ibuk iki cerdas. Dengan tidur dilantai ia bisa merehatkan badannya selama 10 jam perjalanan. Begitu tiba di Madinah badannya cukup segar, sementara aku tidur gak bisa nyenyak karena tidak bisa rebahan sebagaimana mestinya,” gumam Cak Besut.

Tiba didepan pintu toilet nampak dua laki-laki dan satu perempuan paruh baya antri untuk ke toilet. Tak berselang lama pintu toilet terbuka dan seorang wanita usia senja tampak keluar dari bilik kecil ini. Secara berurutan, 3 antrian ini masuk untuk membuang hajatnya.

Perasaan tidak enak mulai menghinggapi pikiran Cak Besut. Sejak perempuan pertama yang keluar hingga pria di depannya yang saat ini tiba giliran untuk masuk, sama sekali tidak terdengar gemericik air dari dalam.

“Waduh mosok wong-wong iki ngoyoh gak diguyang, mosok gak ngerti tombol siram e,” gerundel Cak Besut dalam hati. Perasaan was-was kian menyelimuti hati Cak Besut begitu pintu toilet mulai dibuka. Giliran Cak Besut masuk, apa yang dipikirkan benar terjadi.

“Jiancok gak lidok,” gerutu Cak Besut kesal. Lantai kamar kecil pesawat ini penuh cairan berwarna kuning. Begitu pula air dikloset duduk sudah berwarna pekat serta mengeluarkan bau menyengat. Beruntung emas murni yang merupakan intisari dari makanan manusia tidak terlihat mengambang.

Sambil menekan tombol siram dikloset duduk, Cak Besut terus ngedumel dalam hati. Usai buang hajat sembari membersihkan kamar kecil pesawat meski dengan hati dongkol. Bak cleaning service, kamar kecil pesawat terlihat bersih kembali. Tisu toilet yang semula berserakan telah terbuang ditempatnya.

Namun giliran lantai kamar kecil yang masih tergenang, Besut kebingungan. Ia sadar lantai kamar kecil pesawat tidak bisa tersiram air karena bisa membahayakan panel-panel kabel yang berada di bawahnya. Tapi jika dibiarkan, maka bisa dipastikan genangan air berwarna pekat ini akan kian banyak.

“Ah gak ngurus, suwi-suwi koyok petugas kebersihan ae awak iki,” sungutnya sambil berlalu meninggalkan toilet. Saat keluar, sudah lima orang menunggu untuk bisa membuang hajat. dari penampilan, dipastikan antrian baru ini orang-orang yang sama dengan yang sebelumnya.

Cak Besut pun kembali ke tempat duduknya. Dilirik nya jam tangan yang melekat ditangan. Masih sekitar 7 jam lagi ia harus terlepas dari siksaan kursi pesawat. Ia pun mencoba memejamkan mata. Berharap mampu merehatkan raga.

Belum lama matanya tertutup. Belum lelap tidur Cak Besut. Suara mesin pengeras suara tampak dinyalakan. Suara merdu dari wanita yang kerap mondar mandir dalam pesawat mulai terdengar tegas. Sebuah pengumuman yang mampu membuat penumpang tersenyum sekaligus was-was.

“Kepada para penumpang, jangan membasahi lantai kamar kecil. Karena banyak kabel-kabel yang tertanam dibawah lantai, terima kasih atas kerjasamanya,”.

Pengumuman sebanyak dua kali ini sontak membuat penumpang yang kerap naik pesawat hanya tersenyum kecut. Selidik punya selidik rupanya, selain kencing dilantai, kamar kecil pesawat dipakai juga untuk berwudhu.

Mereka menggunakan gelas bekas air minum yang disediakan oleh kru penerbangan, sebagai ganti gayung untuk mengambil air dari wastafel model kering.

Kekonyolan tidak berhenti dipesawat saja. Setibanya di hotel tempat jamaah menginap, hal serupa juga menimpa Cak Besut. Ia kebetulan sekamar dengan ustad pembimbing dan 3 laki-laki usia lanjut yang masih bersaudara dari Jember.

Menurut pengakuan mereka adalah petani biasa. Ketiga bisa berangkat ke tanah suci karena salah satu saudara mereka. Mereka dibiayai secara gratis oleh saudaranya ini. Seperti kejadian di pesawat, Cak Besut telah menduga kejadian yang sama bakal terjadi didalam kamar hotel.

Tepat beberapa jam kemudian, bau menyengat yang sama seperti yang terjadi di pesawat. Tak salah lagi, tiga bersaudara ini rupanya tidak bisa menggunakan kloset basah pula. Mereka tak mengerti cara menggunakan selang penyemprot yang tertempel di kloset duduk tersebut.

Mengetahui hal tersebut, sontak membuat ustad pendamping kesal. Ia pun mengumpulkan tiga jamaah ini, sembari memberi kursus singkat tata cara menggunakan kamar mandi hotel. Cak Besut yang mendengar ustad ngomel-ngomel hanya tertawa. Sambil berjalan menjauh dari kamar, ia bersenandung Jare Cak Besut ‘Dulinan Yoyo kesaplok Kelek, Kate Ngoyoh Kepetuk Eek,’

Share
Penulis