Peristiwa

Selamatkan Diri dari Kiamat, Pasutri di Mojokerto Telantarkan Orang Tuanya

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Ninik Suwarni (69), warga Dusun Mojogeneng, Desa Mojogeneng, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, hanya bisa bersedih dan menangis, setelah ditinggal anaknya bersama suaminya ‘hijrah’ ke Pondok Pesantren Kasembon, Kabupaten Malang.

Khoirotul Aini (23) dan suaminya Risky (25) ini tega meninggalkan ibu kandungnya sendiri, karena didoktrin isu kiamat.

Mereka yang ‘hijrah’ ke Pesantren Miftahul Falahil Mubtadiin, Kasembon merupkan jemaah pengajian MUSA AS, akronim dari Mulyo Sugih Ampuh Asal Sendiko Dawuh (terjemahan bebasnya: Hidup mulia, kaya, berkuasa, asal taat kepada Allah).

Keduanya berangkat pada Kamis (7/3/2019) dan dikabarkan mengikuti jejak jemaah tarekat MUSA AS dari daerah lain untuk boyongan ke Pesantren di Kasembon, Kabupaten Malang.

“Sebelum berangkat, anak saya dan istrinya menjual semua barang-barang berharga miliknya, mulai dari sepeda motor, kipas dan hingga membuka celengan,” ungkap orang tua pasutri itu, Ninik Suwarni, Jumat (15/3/2019).

Menurut Ninik, saat berangkat, keduanya berpamitan kepada keluarga. “Pamitnya ke pondok pesantren untuk melakukan ngaji puasa rejeb ke wilayah Malang, dan berkata akan kiamat,” imbuhnya.

Saat berangkat pun, lanjut Ninik, keluarga sempat mencegah agar keduanya tidak berangkat. Namun, karena keduanya memaksa akhirnya keluarga pun tak mampu mencegah. “Sempat saya dan keluarga ke sana untuk menjemput namun gagal, meski saya mencoba membujuk dan merayu agar keduanya bisa segera pulang, keduanya tetap bersih kukuh bertahan di sana, bahkan saya malah di ajak,” tutur Ninik.

Pasutri asal Kabupaten Mojokerto yang ‘hijrah’ ke Malang ini membawa uang Rp8 juta hasil dari penjualan barang miliknya. “Yang aneh itu, saat anak saya bersama suaminya berangkat dan berpamitan mondok, kenapa harus menjual semua barangnya, mulai sepeda motor hingga perabotan lainya, katanya di buat bekal selama berada di pondok, kan aneh,” tutur Ninik.

“Kurang lebih ada 6 sampai 8 orang kalau dari Mojokerto, mereka ada yang dari Dusun Jetis, Jatirejo dan juga ada yang dari Desa Gemekan, Kecamatan Sooko,” tambahnya.

Sebelum memutuskan pergi ke Pesantren di Kasembon, Ninik dan suaminya saat menjalankan ibadah tidak berbeda dari kebanyakan umat muslim di desanya. “Kalau salat jamaah juga di musala di dekat rumah bersama para warga. Namun dalam satu minggu biasanya Aini di hari Selasa dan Rabu mengaji di wilayah Gemekan, itu rutin. Tapi saya kurang tau bersama siapa dan alirannya apa,” imbuhnya.