SIDOARJO, FaktualNews.co – Pembangunan Hotel Aston yang berada di area Kahuripan Nirwana Village (KNV) Sidoarjo digugat sejumlah warga. Gugatan itu dilayangkan tiga warga yaitu Teguh Pribadi, Joshua Samampouw dan Sri Wiji Istiyani. Ketiganya mengklaim rumahnya rusak atas pembangunan tersebut.
Ketiga penggugat itu melayangkan gugatan terhadap dua perusahaan yaitu PT. Mutiara Masyhur Sejahtera (MMS) dan PT Jaya Kusuma Saran. Dua perusahaan itu dinilai yang bertanggung jawab atas pembangunan Hotel Aston di Sidoarjo.
Dalam gugatan yang dilayangkan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, mediasi para pihak tidak menemukan perdamaian hingga akhirnya perkara nomor 214/Pdt.G/2018/PN SDA berlanjut ke persidangan.
Dalam sidang yang diketuai Suprayogi dengan agenda keterangan saksi fakta dari pihak penggugat. Dua saksi yaitu Pratama (23) dan Siswoyo (48) dihadirkan oleh penggugat.
Dalam fakta persidangan terungkap, bahwa kesaksian saksi Pratama berubah-ubah. Awalnya, pemuda yang ngekos di tempat penggugat tiga yaitu Sri Wiji Istiyani, sejak akhir 2016 lalu hingga saat ini mengaku pembangunan hotel Aston sekitar tahun 2017.
Proses pembangunan itu berdampak ke tempat kosnya milik penggugat tiga karena mengalami retak-retak. Bahkan,
saksi mengklaim pembangunan itu tidak ada izin, melainkan langsung dibangun.
Keterangan saksi itu pun berubah ketika ditanya oleh penasehat hukum tergugat satu. “Saudara saksi tau sejak kapan pembangunan itu dilakukan,” ucap Dayat, penasehat hukum tergugat satu, PT MMS. Dengan yakin, saksi menjawab tahun 2018.
“Tadi saksi bilang pembangunan tahun 2017. Kok sekarang berubah tahun 2018. Ini mana yang benar,’ ucap Dayat membantah jawaban saksi.
Bukan hanya sampai disitu, keterangan saksi soal pemancangan paku bumi yang berdampak suara bising diakui selama 1,6 tahun. Namun, lagi-lagi ketika dipertegas saksi menjawab selama 7 bulan. “Ini tadi bilangnya 1,6 tahun, sekarang kok beda. Yang benar yang mana,” ungkapnya.
Selain saksi Pratama, keterangan saksi Siswoyo yang merupakan mantan Ketua RT 02, RW 08 Perum Kahuripan Nirwana mengaku mengetahui aktifitas pembangunan itu. Namun, rumah pria yang jabatannya habis akhir 2018 lalu itu mengaku jauh dari proyek pembangunan.
“Jaraknya 300 meter dari pembangunan, tapi saya tiap hari lewat situ,” akunya. Ia juga mengklaim jika melihat adanya kerusakan rumah milik warga yang retak-retak akibat pembangunan tersebut.
Namun, ketika ditanya oleh hakim berapa rumah yang rusak dan apa yang dilakukan saksi ketika melihat keluhan warga itu, saksi mengaku hanya melihat satu rumah saja.
“Itu milik Bu Sri yang retak. Saya lihat dari depan rumah. Kalau keluhan itu kami bingung mau nyampaikan kemana,” ungkapnya. Saksi juga mengaku belum mendengar bila persoalan itu masuk dalam rapat RW apa tidak karena beda RT dengan warga yang terdampak pembangunan.
“Saya beda RT, tapi kami satu RW,” ungkapnya.
Meski begitu, penggugat satu, Teguh Pribadi mengaku meminta ganti rugi atas pembangunan Hotel Aston yang membuat rumahnya retak-retak. “Karena dampak dari pembangunan itu kami minta ganti rugi senilai Rp. 500 juta,” ucapnya.