JEMBER, FaktualNews.co – Jalur nasional Jember–Banyuwangi di kawasan Jalan Sultan Agung, Lingkungan Jompo, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Jawa Timur, retak dan ambles sedalam 15 sentimeter.
Kondisi tersebut diakibatkan, pondasi bawah ruko yang tergerus air dan dikhawatirkan bangunan ruko yang berdiri sepanjang sepadan Sungai Jompo ambruk.
PPK Jalan Tanggul Kumitir Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN), Dwi Bagus Bawono, menuturkan potensi retak atau amblesnya Jalan Sultan Agung itu, sudah diketahui sejak bulan Januari 2019. “Tapi penyebab rusaknya jalan hingga saat ini masih dalam penyelidikan Kementrian PUPR. Sehingga perbaikan jalan permanen baru bisa dilakukan setelah hasil penyelidikan tersebut sudah selesai,” kata Bagus, Kamis (28/3/2019) siang.
Rusaknya jalan nasional Jember–Banyuwangi tersebut ada hubungannya dengan kondisi sungai dan bangunan ruko yang berdiri di sepadan Sungai Jompo. “Karena kalau dilihat dari bawah. Pondasinya itu tergerus air sungai. Namun langkah apa yang akan dilakukan, masih perlu tindak lanjut, dan pembahasan bersama, antara pemerintah pusat, Pemprov Jatim dan Pemkab Jember,” katanya.
Karena posisi jalan merupakan jalur nasional, aliran sungai diawasi oleh Dinas PU Provinsi Jatim, dan untuk bangunan ruko merupakan asset pemkab Jember.
Bagus menambahkan, untuk sementara waktu jalan yang retak akan ditambal dan ada yang ditutupi dengan plastic. “Sehingga air tidak masuk dari atas, dan tidak memperparah amblesnya jalan itu,” katanya.
Pantauan media di lokasi bangunan ruko, tampak retakan besar, dan bahkan sejumlah penyewa ruko mulai pindah dari lokasi. Salah seorang penyewa ruko Sonny, berpindah dari ruko yang ditempatinya, karena ada retakan besar pada dinding ruko. “Kejadian retak besar itu, Rabu kemarin, waktu hujan lebat. Muncul retakan besar, da nada getaran kayak gempa. Akhirnya bilang pada owner studio foto wakazee ini, kita diminta pindah. Khawatir ada ambruk,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jember Ayub Junaedi yang meninjau lokasi ruko menyampaikan, kondisi pondasi ruko yang mulai tampak rawan, sebenarnya sejak tahun 2012 lalu. “Sepengetahun saya sejak tahun 2012, sudah rawan. Tetapi memang saat itu mungkin pondasi bangunan masih kuat. Tapi dengan umur bangunan yang semakin menua. Apalagi ruko ini berdiri sejak tahun 1970 an, perlu ada pertimbangan lain,” kata Ayub saat dikonfirmasi media.
Langkah konkret, kata legislator dari PKB ini, segera menindaklanjuti dengan mengambil langkah konkret. “Mungkin ruko ini dirubuhkan, dan kembalikan fungsi sepadan sungai sebagaimana mestinya. Karena memang kan sesuai aturan, tidak boleh ada bangunan di sepadan sungai. Jadi kalau kita bisa tegas pada rakyat, maka pemerintah juga harus tegas pada aturannya sendiri,” tandasnya.