Internasional

Media Asing Soroti Penutupan Pulau Komodo Mulai 2020

FaktualNews.co – Pemerintah Indonesia akan melakukan penutupan pulau Komodo untuk turis, efektif mulai tahun 2020. Penutupan akan dilakukan satu tahun dengan tujuan melindungi komodo dan merehabilitasi habitat mereka.

Rencana penutupan pulau komodo ini mendapat tanggapan dari media asing. Seperti media online di negara berbahasa Jerman, seperti Jerman, Austria dan Swiss, ramai memberitakan tentang rencana pemerintah Indonesia untuk menutup Pulau Komodo mulai tahun 2020.

Dengan kepala berita “Indonesiens Dracheninsel bleibt 2020 geschlossen” (Pulau Komodo Indonesia tutup di tahun 2020) media terkemuka Jerman, der Spiegel, dalam situsnya menyampaikan informasi kepada pembacanya bahwa pemerintah Indonesia akan menutup Pulau Komodo untuk turis dengan alasan perlindungan terhadap satwa di sana.

Der Spiegel lebih lanjut menjelaskan tentang jumlah komodo yang kini berada di pulau dan jumlah pengunjung tiap bulan, serta rencana dinaikkannya tiket masuk bagi wisatawan mancanegara yang nantinya menjadi sebesar 440 Euro (500 Dolar AS) per orang.

Media, yang memiliki 11 juta unique user ini, tidak membahas panjang mengenai insiden penyelundupan komodo ke luar negeri yang terjadi bulan lalu.

Sama seperti der Spiegel, situs Österreichischer Rundfunk (ORF), yang adalah Lembaga Penyiaran Austria, juga membahas singkat rencana ditutupnya Pulau Komodo. Berita dengan headline “Indonesien sperrt „Dracheninsel” Komodo für ein Jahr” (Indonesia menutup Pulau Komodo untuk satu tahun) hanya menyebut singkat tentang rencana penyelundupan 41 komodo yang berhasil digagalkan.

Sementara itu, situs online dari Swiss, Neue Zürcher Zeitung, memberi banyak informasi latar belakang, baik tentang hewan komodo itu sendiri maupun informasi geografis tentang Kepulauan Nusa Tenggara, di mana Pulau Komodo berada. Di akhir artikel yang berjudul “Indonesien schliesst seine Dracheninsel ein Jahr lang für Touristen – zum Schutz der seltenen Komodowarane” (Indonesia menutup Pulau Komodo dari turis – untuk melindungi spesies komodo yang langka) penulis mengkritisi keputusan penutupan Pulau Komodo.

“Sejauh mana penutupan pulau untuk wisatawan akan memperbaiki situasi komodo, masih harus dipertanyakan. Ancaman utama terhadap komodo adalah meningkatnya fragmentasi habitat mereka dan penurunan populasi rusa jawa, babi hutan dan kerbau – mangsa utama komodo. Tidak hanya pariwisata yang telah menyebabkan ini, melainkan juga perburuan liar. Kebakaran yang disebabkan manusia dan pembukaan lahan untuk lahan pertanian juga sangat membatasi habitat komodo dan mangsanya,” tutup penulis Gian Andrea Marti.

Penyelundupan untuk Obat dan Koleksi?

Sementara itu, media berbahasa Inggris, seperti The Insider dan The Washington Post, mengenakan judul kepala berita yang lebih provokatif. Judul pada laman situs thisisinsider.com “Komodo island is reportedly closing until 2020 because people keep stealing the dragons” (Pulau Komodo dilaporkan ditutup sampai 2020 karena orang-orang terus mencuri komodo) dan washingtonpost.com “Komodo Island is shutting down because people keep smuggling the dang dragons” (Pulau Komodo ditutup karena orang-orang terus menyelundupkan hewan itu) langsung menyoroti tindak penyelundupan komodo yang menjadi alasan ditutupnya objek wisata tersebut.

The Washington Post lebih rinci menjelaskan kemungkinan penyebab dicuri dan diselundupkannya komodo ke luar negeri. Klaim yang meyakini bahwa darah komodo bisa digunakan sebagai obat tidak berdasar dan tidak ada bukti riset medisnya. Media ini mencoba untuk membuktikan bahwa darah komodo, yang mengandung peptida antimikrobial tidak bisa digunakan untuk menyembuhkan infeksi pada manusia.

Bryan Fry, profesor di Sekolah Ilmu Biologi, Universitas Queensland, yang dihubungi The Washington Post menjelaskan bahwa memurnikan senyawa dalam darah komodo adalah proses yang sulit dan bahkan akan ada “kemungkinan besar reaksi alergi yang hebat.”

“Mengubah darah komodo menjadi produk farmasi akan membutuhkan penelitian laboratorium bertahun-tahun untuk menghasilkan analog sintetis berukuran kecil,” kata Fry.

Crawford Allan, direktur senior WWF yang juga ahli dalam kasus perdagangan hewan liar, mengatakan komodo secara historis dicari oleh kolektor kaya yang menargetkan “binatang unik, langka dan istimewa.” Dia mengutip kasus tahun 2002 di mana komodo dijualbelikan sekitar 30 ribu dolar AS, kurang lebih sama dengan yang dilaporkan oleh kepolisian.

“Orang-orang punya uang untuk membayar jaringan kejahatan terorganisir untuk mencuri dan menyelundupkan hewan-hewan berbahaya, dan membawa mereka ke ‘pasar’,” kata Allan, seperti dilansir dari laman The Washington Post. “Kecurigaan saya adalah kasus ini melibatkan tingkat kejahatan terorganisir yang tinggi dan juga korupsi,” tambahnya.