Pengguna Narkoba di Jatim Tinggi, Wakapolda: Penegakkan Hukum Kurang Efektif
SURABAYA, FaktualNews.co – Polda Jawa Timur selama ini terus berupaya memberantas peredaran Narkoba di wilayahnya. Meski begitu, angka penggunaan Narkoba di Jawa Timur masih tergolong tinggi. Dari data yang ada, Jawa Timur menempati urutan kedua sebagai pengguna Narkoba terbanyak di Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Wakapolda Jatim, Brigjen Pol Toni Harmanto ketika membacakan sambutan dalam kegiatan pemusnahan barang bukti ungkap kasus narkoba di Mapolda Jatim, Selasa (9/4/2019).
“Saya pernah berdiskusi dengan bapak Dirnarkoba Polda Jatim, bahwa Jatim ini merupakan salah satu wilayah yang terbanyak dalam menggunakan (narkoba), nomor dua dalam menggunakan narkoba. Tiga bulan lalu kami masih menghitung, katanya masih nomor satu, tapi barusan diputuskan nomor dua (se-Indonesia),” papar Toni.
Sebagai salah satu pemegang otoritas dalam hal pemberantasan narkoba di wilayah hukumnya, selain Badan Narkotika Nasional (BNN). Polda Jatim disampaikan Wakapolda, merasa prihatin. Padahal kata dia, jajarannya selama ini tak tinggal diam dalam pemberantasan peredaran narkoba yang menjadi tanggungjawabnya.
Puluhan tersangka kasus peredaran narkoba telah diringkus Polda Jatim bersama jajaran hanya dalam waktu hitungan bulan. Beserta barang bukti berupa sabu, ganja maupun pil koplo yang jumlahnya juga tak sedikit.
Untuk diketahui, selama rentang waktu Januari hingga Maret 2019. Ditresnarkoba Polda Jatim berhasil mengungkap 22 kasus dengan barang bukti 21 kilogram sabu, 20 kilogram ganja kering, 474 pil ekstasi dan 864.413 butir pil koplo. Dari kasus yang diungkap, pihaknya turut pula membekuk 25 tersangka dengan berbagai macam peran.
Lalu, apa yang menjadi penyebab tetap tingginya penggunaan Narkoba yang tentu berkorelasi dengan tingginya pemasokan narkoba ke Jatim. Wakapolda Jatim menyebut, hal itu akibat penegakkan hukum kasus peredaran narkoba yang kurang tegas. Sanksi hukuman penjara bagi pelaku kasus peredaran narkoba tidak menimbulkan efek jera sehingga kurang efektif.
“Kalau melihat dari proses hukum yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Kami sempat melihat bahwa efek Jera dari proses ataupun kegiatan penegakan hukum yang dilakukan kepada para pengguna narkoba, para bandar dan sebagainya ini. Kami melihat belum cukup efektif,” tegasnya.
Ia mencontohkan kasus narkoba yang berhasil diungkap pada tahun 2007 semasa dirinya menjabat sebagai Kapolres Tangerang. Seorang tersangka dengan barang bukti satu ton sabu-sabu hanya divonis 25 tahun penjara dalam persidangan.
“Kami sudah berhasil mengungkap satu ton sabu-sabu dari Teluk Naga, Tangerang. Pada saat itu kami juga menjabat sebagai Kapolres Tangerang, kalau kita melihat vonis hukuman nya saja dari satu ton sabu-sabu, saya masih ingat nama tersangkanya ini Achwan, itu hanya divonis 25 tahun (penjara),” tuturnya.
Vonis dalam kasus yang diungkap dirinya kala itu bahkan dikatakan Wakapolda, terus berkurang seiring adanya upaya hukum dari pengacara tersangka. Yang pada akhirnya hanya menjalani hukuman selama belasan tahun.
“Mungkin (Achwan) sekarang sudah bisa bertransaksi (Narkoba) lagi,” singkat Toni.
Parahnya lagi, sejumlah pelaku yang berhasil ditangkap petugas kepolisian dan dijatuhi hukuman penjara, menurut Wakapolda, masih bisa leluasa menjalankan bisnis peredaran narkoba dari balik penjara.
Seakan tak ingin menyalahkan pihak lain, perwira tinggi dengan pangkat satu bintang di pundak ini kembali menyampaikan, bahwa perlu sikap tegas disetiap penegakkan hukum kasus peredaran narkoba oleh semua institusi yang ada.
“Perlu ada satu kebersamaan lagi, untuk bersama-sama memutus semua mata rantai jaringan narkoba yang memang kami khawatirkan semakin banyak dan besar ini,” tutupnya.