Advertorial

Satu Perda Capai Rp 100 juta, DPRD Trenggalek Minta Matangkan Dalam Rencana Pembuatan

TRENGGALEK, FaktualNews.co- Anggaran pembuatan Perda yang mahal menjadi atensi DPRD Trenggalek dalam hal merencanakan membuat Peraturan Daerah (Perda) dengan matang.

Sebab dalam pembuatan satu Perda anggaran yang dibutuhkan sangat relatif, berkisar antara Rp 50 hingga Rp 100 juta. Jika ada Perda yang bisa diselesaikan dalam waktu tiga bulan maka perlu di pertanyakan.

Apalagi dalam pembuatannya tanpa mendatangkan masyarakat atau konstituen yang bersangkutan, bisa saja itu disebut Perda yang gagal.

Terkait mahalnya anggaran untuk membuat Perda, anggota DPRD Trenggalek, Husni Tahir Hamid mengatakan, anggaran pembuatan Perda sendiri relatif. Bahkan dalam hal ini DPRD sudah diberi kewenangan untuk membuat peraturan daerah oleh undang-undang.

“Setiap anggota DPRD sudah dianggap mampu untuk membuat peraturan daerah. Selain itu DPRD juga diberi kewenangan lagi untuk mendatangkan tenaga ahli serta sumber terkait,” ucapnya, Jum’at (12/4/2019).

Lebih lanjut Husni menjelaskan, sedangkan untuk membiayai sumber tersebut ada anggarannya dan dalam pembuatan Perda itu harus ada Naskah Akademik (NA). Dalam NA itu harus menceritakan bahwa suatu permasalahan itu bisa dipecahkan dengan adanya peraturan daerah.

Menurut Husni, tidak semuanya naskah akademik itu mengatakan bahwa permasalahan tersebut semuanya bisa diselesaikan dengan Perda. Seperti misal peraturan pedagang kaki lima, di Trenggalek belum tentu harus ada Perdanya. Namun bisa dipecahkan dengan lainnya, contoh dengan adanya Perbup dan peningkatan kemampuan dan pemanfaatan instansi.

“Jadi Perda itu tujuannya mengatur, kalau ada Perda yang tidak teratur mau dinamakan apa. Sedangkan pembuatan Perda sendiri jika dilihat butuh proses waktu satu tahun bahkan membutuhkan anggaran yang cukup besar. Bisa dibayangkan satu Perda itu membutuhkan biaya antara Rp 50 hingga Rp 100 juta,” terangnya.

Pertimbangan lainnya disampaikan Husni juga perlu diperhatikan bahwa Perda itu apakah sudah pernah di konsultasikan kepada masyarakat atau belum, artinya masyarakat adalah konstituen yang bersangkutan.

Misalnya akan membuat Perda pedagang kaki lima, apakah pernah pedagang kaki lima di datangkan ke DPRD serta apakah Bupati pernah mengadakan diskusi dengan pedagang kaki lima. Maka jika proses tersebut tidak ada maka bisa dikatakan Perda tersebut gagal.

“Intinya proses pembuatan perda itu bertahap. Maka jika ada Perda yang muncul dengan waktu tiga bulan saja itu perlu dipertanyakan,” terangnya.

Ditambahkan Husni, dalam pembuatan Perda sendiri pertama Perda itu dilihat dari hearing, dari hearing itu akan ketemu permasalahannya. Selanjutnya bisa di hadirkan sumber atau tenaga ahli untuk meneliti, bagaimana cara penyelesaiannya.

“Dari situ nanti ada kesimpulan penyelesaian, apakah hanya dengan komunikasi interaktif atau dengan Perda untuk mengatur disitu pengambilan kesimpulannya,” pungkusnya. (*)

Share
Penulis