Politik

Anggap Kebijakan KPU Jombang Tidak Populis, Warga Ancam Golput

JOMBANG, FaktualNews.co – Mendekati hari H pelaksanaan Pemilu yang berlangsung pada 17 April 2019 mendatang. Muncul sejumlah permasalahan di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Salah satunya puluhan warga  Desa Kepatihan, Jombang, yang mengancam tidak akan menggunakan hak pilihnya. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan  KPU Jombang, yang dinilai tidak populis.

Hal itu diungkapkan Kepala Desa (Kades) Kepatihan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Erwin  Pribadi. Menurutnya, kebijakan tidak populis yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jombang, adalah  dengan seenaknya merubah undangan memilih ( C-6 ) pada daftar pemilih tetap (DPT). Demikian itu justru berdampak fatal, karena puluhan warganya enggan untuk menggunakan hak suaranya pada Pemilu 2019 ini.

Dikatakan, sewaktu Pilkada Jombang lalu, PPS sudah berusaha untuk mengelompokkan DPT yang satu KK dalam satu TPS. Akan tetapi, ketika mereka (pemilih,red) dipisah dengan keluarganya, mereka enggan menggunakan hak pilihnya.

“Beberapa warga menyampaikan kepada saya tidak akan mencoblos. Mereka menyampaikan hal itu pada waktu Bimtek kemarin. Dengan adanya permasalahan ini, apakah KPU paham betul dengan sistem administrasinya dengan memotong C-6 seenaknya? dan ini terjadi pada semua desa,  Sekilas saya baca Jargon KPU , masyarakat jangan Golput , kan ini anomali dengan kebijakan KPU karena di satu sisi KPU merubah TPS bagi pemilih C-6, ” tutur Erwin.

Permasalahan tersebut, menurut Erwin, yakni terkait perbedaan lokasi TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang mana dalam satu keluarga letaknya tidak sama untuk menggunakan hak pilihnya.

”Kemarin pasca DPT dikeluarkan khususnya di desa saya, ada banyak keluhan dari warga saya, ketika C-6 atau panggilan untuk mencoblos di TPS  itu ternyata dalam satu KK (kartu keluarga,red), di pecah menjadi dua sampai tiga TPS. Itu tentu menjadi persoalan ketika dalam satu keluarga ini dipisah pisah, tidak seperti pilkada kemarin dalam satu KK bisa satu TPS,” terang Erwin pada sejumlah jurnalis, saat ditemui di kantornya, Senin (15/4/2019) siang.

Dijelaskan Erwin, pemerintah desa sendiri mendukung program KPU tentang anti golput. Namun di sisi lain KPU membuat kebijakan tidak populis. “Kemarin warga masyarakat saya spontan menyatakan ngga mau nyoblos, karena dipisah dengan anak, suaminya, di TPS yang berbeda,” pungkasnya.

Dengan adanya keluhan dari warganya tersebut, pihak KPPS (Ketua Panitia Pemungutan Suara) Desa Kepatihan sudah melaporkannya ke PPK (Panitia Pemilihan Kecamatan) yang diteruskan ke KPU Kabupaten Jombang.

“Sejauh ini belum ada sikap dari KPU, kita menunggu arahan selanjutnya ,saya sudah berusaha untuk lapor ke PPK, sudah lapor ke KPU. Bahkan sebelumnya sudah dilakukan pemetaan maksimal. Namun data dari KPU yang dikirim ke desa keluarnya tidak sama. Kalau sekarang nggak tahu cara merubahnya gimana. Sementara dari phak KPU belum ada konfirmasi selanjutnya,” papar Farid Ahmaludin, KPPS Desa Kepatihan, saat dikonfirmasi.

Informasi yang dihimpun, DPT (Daftar Pemilih Tetap) Desa Kepatihan tercatat sebanyak 3.767 orang, dan yang sudah melaporkan ke desa terkait perbedaan TPS dalam satu KK tersebut sekitar 20 orang. Pihak desa memperkirakan jumlahnya akan terus bertambah.