FaktualNews.co – Rakyat Sudan bersiap menggelar unjuk rasa besar-besaran untuk menuntut rezim junta militer menyerahkan pemerintahan kepada kalangan sipil, usai kudeta terhadap mantan Presiden Sudan, Omar al-Bashir.
Mereka enggan suksesi kepemimpinan dengan pola yang sama di negara itu terulang demi memuluskan jalan bagi calon diktator baru berkuasa.
Seperti dilansir AFP, unjuk rasa itu tetap dipusatkan di depan Markas Besar Angkatan Bersenjata Sudan di Ibu Kota Khartoum. Mereka mendesak komite gabungan yang dibentuk oleh pemimpin Dewan Militer dan sejumlah tokoh politik sipil segera menghasilkan kesepakatan yang terbaik demi masa depan negara itu.
“Kami berharap rakyat dari luar Khartoum untuk berkumpul di lokasi demonstrasi,” kata seorang pegiat Sudan, Ahmed Najdi.
Menurut salah satu pengunjuk rasa, Ayman Ali Mohamed, alasan mereka berdemonstrasi adalah khawatir pihak militer akan menggunakan kesempatan untuk mengambil kekuasaan, setelah mereka bersusah payah menggulingkan Omar al-Bashir.
“Kami akan tetap bertahan apapun yang terjadi,” kata Ayman.
Di sisi lain, juru bicara Dewan Militer, Letjen Shamseddine Kabbashi, mereka telah menghasilkan kesepakatan dengan kelompok tokoh-tokoh politik dan gerakan sipil yang bernaung di bawah Aliansi Perubahan dan Kebebasan. Hanya saja dia tidak merinci kapan militer akan menyerahkan kendali pemerintahan kepada rakyat.
“Tidak ada hal yang diperdebatkan,” kata Shamseddine.
Salah satu lembaga aktivis Sudan yang menjadi motor gerakan itu, Asosiasi Profesional Sudan (SPA), menyatakan mereka yakin pemerintahan sipil yang bersih dan adil seperti idaman mereka selama ini akan terbentuk.
“Kedua belah pihak setuju akan pentingnya kerja sama untuk membawa negara ke arah yang stabil dan damai,” demikian pernyataan SPA.
Dalam perundingan dengan para tokoh politik dan sipil pada Rabu lalu, tiga anggota Dewan Militer Sudan memilih mundur. Mereka adalah Letjen Omar Zain al-Abdin, Letjen Jalaluddin Al-Sheikh dan Letjen Al-Tayieb Babikir.
Salah satu tokoh gerakan sipil Sudan, Siddiq Farouk, menyatakan akan menggelar aksi mogok nasional jika pemerintahan sipil tak kunjung terbentuk. Dia juga menyatakan jutaan rakyat Sudan siap turun ke jalan.
Aksi itu juga didukung oleh kalangan hakim. Mereka menyatakan akan ikut berdemonstrasi menuntut sistem peradilan yang terbuka dan berintegritas.
Unjuk rasa besar-besaran dimulai pada 19 Desember 2018, ketika Omar al-Bashir memutuskan menaikkan harga roti tiga kali lipat. Gelombang unjuk rasa lantas menyebar ke penjuru Sudan dan mendesaknya mundur setelah tiga dasawarsa berkuasa.
Mereka khawatir bakal bernasib seperti Mesir, di mana revolusi untuk menumbangkan rezim Husni Mubarak kini terlihat semu. Sebab, militer kembali melakukan kudeta terhadap pemerintahan Muhammad Mursi, dan kini mantan menterinya, Abdel Fattah Saeed Hussein Khalil El-Sisi, dikhawatirkan meneruskan jejak Mubarak menjadi diktator.