Tanggapan Mahfud MD dan Pakar Hukum UII Soal RUU PKS
JOMBANG, FaktualNews.co – Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) ditanggapi kritis oleh Guru besar UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta Prof Dr Mahfud MD, SH.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat menjadi narasumber seminar nasional yang digelar Pusat Kajian Pemikirian Hasyim Asyari Tebuireng dengan tema Menanggapi RUU PKS, di gedung KH Yusuf Hasyim, Pesantren Tebuireng Jombang, Kamis (2/5/2019).
Mantan Ketua MK (Mahkamah Kosntitusi) Mahfud MD berpandangan bahwa rancangan tersebut masih perlu pembenahan. Semisial soal banyaknya penyebutan lembaga pemerintah dan Kementerian untuk melakukan tugasnya.
Mulai tugas Polri, Kementerian Pendidikan, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), serta lembaga pemerintah lainnya. Hal tersebut menurut Mahfud tidak perlu dicantumkan. Karena masing-masing lembaga tersebut sudah memiliki aturan sendiri-sendiri.
Mahfud kemudian mengkritisi adanya poin yang meminta agar masalah penghapusan kekerasan seksual dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Menurut pria kelahiran Madura ini, hal tersebut tidak perlu dilakukan.
“Untuk apa setiap masalah kok selalu diminta dimasukkan dalam kurikulum. Itu tidak perlu. Karena itu sudah melekat di setiap mata pelajaran. Namanya pendidikan. Dan nilai-nilai seperti itu tidak perlu dieksplisitkan atau ditampakkan,” ungkap Mahfud.
Namun demikian, Mahfud mendukung adanya RUU PKS. Karena menurutnya, di Indonesia memang belum memiliki undang-undang seperti itu.
“Yang ada hanya undang-undang peninggalan Belanda. makanya saya mendukung RUU PKS ini diteruskan. Tinggal masukan-masukan seperti tadi diolah lagi,” urainya.
Hal senada juga diungkapkan pakar hukum UII, Prof Dr Mudzakir SH, MH. Ia menilai, judul ‘Penghapusan Kekerasan Seksual’ menurutnya kurang tepat serta tidak sesuai dengan kaidah hukum. Sebab, kata dia, jika judulnya penghapusan, maka sanksi pidananya harus ditiadakan.
“Memenjarakan orang itu tujuannya bukan menghapus (kekerasan seksual), tapi menegakkan hukum dan keadilan,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa tujuan hukum pidana itu bukan untuk penghapusan, namun menegakkan keadilan. Selain itu, ahli hukum ini juga mengatakan bahwa hukum pidana itu satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan cabang hukum yang lain.
“Kalau soal kekerasan seksual, sumbernya ada di Undang-undang Perkawinan. Makanya jangan sembarangan soal kaitan hukumnya,” terangnya.
Sementara, dalam seminar tersebut juga hadir anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka. Dalam kesempatan itu, Rieke menjelaskan, bahwa RUU PKS sudah disepakati sembilan fraksi di DPR RI. Rieke juga mengatakan bahwa RUU tersebut diinisiasi oleh Komnas Perempuan lalu ke gedung dewan lewat berbagai tahapan.
“Jangan sampai RUU ini menyebabkan perpecahan di antara kita. Juga jangan sampai ditarik pada wilayah perbedaan ideologi,” pungkas Rieke.