FaktualNews.co

Megengan, Tradisi Turun Temurun Sambut Ramadhan di Mojokerto

Ramadan     Dibaca : 1729 kali Penulis:
Megengan, Tradisi Turun Temurun Sambut Ramadhan di Mojokerto
FaktualNews.co/Fuad Amanullah/
Tradisi ziarah kubur menyambut Ramadhan di Mojokerto.

MOJOKERTO, FaktualNews.co – Menjelang Ramadhan berbagai cara dilakukan warga Mojokerto untuk menyambut bulan penuh berkah. Salah satunya dengan menggelar tradisi megengan.

Megengan sendiri merupakan tradisi khas Jawa dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Hal ini pun dibuat sebagai tanda bahwa sebentar lagi umat Islam di wajibkan berpuasa selama satu bulan lamanya.

Adapun bentuk kegiatannya sangat bermacam-macam tergantung dengan daerah masing-masing. Namun kebanyakan warga pada umumnya, khusunya warga Jawa biasanya berbondong-bondong untuk berziarah kubur.

Seperti yang terlihat di Dusun Sugihan, Desa Japan, Kecamatan Sooko. Nampak puluhan warga berbondong-bondong memadati pemakaman.

Dengan memaki baju gamis hingga busana muslim, kaum pria maupun wanita juga anak-anak duduk bersama dengan beralaskan koran di setiap makam keluarga masing-masing.

Setelah warga berkumpul, seorang tokoh agama pun memimpin untuk memulai tradisi megengan. Lantunan tahlil dikumandangkan menggunakan pengeras suara yang dipasang di tepi pemakaman. Dengan khusuk warga mengikuti setiap bacaan tahlil dan di akhiri dengan doa.

Tokoh Agama Dusun Sugihan Hasan Rohmat menuturkan, tradisi megenagan sudah ada secara turun-temurun dari kakek nenek yang telah meninggal dunia terlebih dulu.

“Namanya tradisi megengan, ini dilakukan setiap tahun saat akan masuk bulan Ramadhan,” tuturnya, Sabtu (4/5/2019).

Hasan menjelaskan, tradisi megengan digelar untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Menurut dia, melalui tradisi ini warga Dusun Sugihan mendoakan arwah para leluhur dan keluarga mereka.

“Tujuannya untuk mendoakan arwah para leluhur kami. Mudah-mudahan segala dosanya diampuni Allah SWT, amaliahnya diterima,” terangnya.

Dalam tradisi megengan ini, tambah Hasan, ziarah kubur sengaja digelar secara berjamaah. Salah satu alasannya untuk menjaga tradisi warisan nenek moyang mereka tetap bertahan sampai kapan pun.

“Kami gelar secara berjamaah supaya masyarakat bersatu untuk mempertahankan tradisi ini,” tandasnya.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul