Oleh: Tri Yoga Arikun Cahyo
TEPAT hari ini 26 tahun yang lalu mayat Marshina ditemukan di hutan. Iya perempuan yang rambutnya agak keriting dan berombak berani menentang keputusan sebuah perusahan yang sangat merugikan buruh. Karena, dinilai sudah sangat melanggar undang-undang ketenagakerjaan di negara ini pada tahun 1993.
Keberanian Marsinah dengan kritik dan tindakan mogok kerja sangatlah mengancam keberadaan perusahaan tersebut, oleh sebab itu Marsinah dianggap sebagai biang kerok dalam mogoknya para buruh untuk bekerja.
Karena tahun 1993 adalah masa orde baru ‘Siapa yang berteriang lantang akan hilang di bibir senapan’ Kata-kata ini sengaja saya ucapkan karena banyaknya aktivis dan penyair, seniman yang kritis yang hilang dan bahkan meninggal di masa itu.
Sebut saja Marsinah, Widji Tukul adalah segelintir orang yang mengkritik rezim orba melalui syair puisi atau perlawan, melalui mogok kerja tapi sudah dianggap sebagai pemberontak.
Kematian Marsinah sudah 26 tahun berlalu, lantas siapa yang benar-benar menjadi dalang dalam pembunuhan itu? Belum ada pengusutan tuntas terkait pembunuhan Marshina, sosok perempuan yang tidak takut dengan bibir senapan dan masih saja berteriak lantang untuk mendobrak keputusan yang tidak sesuai undang-undang, akhirnya meninggal di bibir senapan dan ditemukan di hutan tertutupkan alang-alang.
8 Mei 1993 Marshina dimakamkan di Nganjuk, Jawa Timur. Marshina lah yang menginspirasi kami kaum buruh yang harus berani melawan kebijakan-kebijakan perusahaan yang tidak melaksanakan undang-undang ketenagakerjaan.
Setiap 8 Mei, kami kaum buruh yang tergabung dari Serikat Buruh Kerakyatan (SBK) selalu nampak tilas ke makam Marshina dan memberikan santunan ke keluarga Marshina.
Harapan kami dari SBK kasus Marshina harus diungkap tuntas dan pemerintah mau menetapkan Marshina sebagai pahlawan buruh nasional.
Penulis merupakan lulusan STKW Surabaya jurusan teater, sekarang menjadi lurah komunitas Persada dan buruh pabrik PT. AAP Perning, Jetis, Mojokerto.