FaktualNews.co

Refleksi Tragedi Bom Surabaya, Begini Cerita Korban Selamat

Nasional     Dibaca : 1136 kali Penulis:
Refleksi Tragedi Bom Surabaya, Begini Cerita Korban Selamat
FaktualNews.co/Mokhamad Dofir/
Ari Setiawan ketika menceritakan detik-detik ledakan bom bunuh diri di Surabaya.

SURABAYA, FaktualNews.co – Setahun yang lalu, atau tepatnya Minggu, 13 Mei 2018. Sebuah tragedi kemanusiaan terjadi di Kota Surabaya. Tiga bom meledak di beberapa Gereja, diantaranya Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Pantekosta di Jalan Arjuno, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro.

Menyusul pada malam harinya, sekitar pukul 20.30 WIB, ledakan juga terjadi di sebuah Rusun di Kelurahan Wonocolo, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo. Yang lokasinya terbilang dekat dengan Kota Surabaya.

Ditengah suasana kota yang masih mencekam, ledakan kembali mengguncang Kota Pahlawan keesokan harinya atau Senin (14/5/2018). Kali ini, Markas Polrestabes Surabaya yang menjadi sasaran aksi bom bunuh diri.

Dari serentetan aksi terkutuk yang dilakukan oleh jaringan teroris internasional tersebut, telah jatuh sedikitnya 28 korban meninggal dunia. Baik dari kalangan masyarakat maupun dari pihak pelaku.

Tragedi itu juga menyisakan korban selamat, seperti Ari Setiawan (42) warga Ngagel Rejo, Surabaya salah satunya. Seorang tenaga pengaman Gereja Santa Maria Tak Bercela, Jalan Ngagel Madya, Kota Surabaya yang pada saat peristiwa bom berada di lokasi kejadian.

Kepada media ini, ia kembali bercerita seputar tragedi yang diakui tak akan pernah ia lupakan selama hidupnya tersebut.

“Trauma manusia pasti trauma ya, tapi berkat dorongan dari umat dan dorongan dari romo yang memberi motivasi kepada kita secara berangsur-angsur. Tapi ingatan itu masih ada,” tutur Ari Setiawan mengawali ceritanya, Senin (13/5/2019).

Pada saat itu, ia bekerja seperti biasanya. Menjaga keamanan dan ketertiban umat menjelang ibadah Misa di Gereja naas tersebut. Ia tidak sendiri, Ari ditemani dua rekannya yang lain. Berjaga di setiap penjuru pintu masuk Gereja dengan tugas masing-masing.

Bukan hanya tenaga kemanan internal Gereja, pada saat kejadian juga ada dua personel kepolisian setempat turut membantu mereka. Belakangan, keduanya juga menjadi korban aksi keji para teroris ini.

“Kita bertiga, saya dipintu selatan. Jam 06.00 WIB kita memang aplosan bergantian jaga dari shift malam pertama. Kita tidak ada firasat apa-apa, setelah bergantian jaga, kita berada di posisi masing-masing. Kita mengatur umat dan dibantu dua personel polisi dan dari tim keamanann Gereja dan dibantu oleh almarhum Mas Bayu (relawan),” lanjutnya.

Seakan kuat dalam ingatan, detik-detik sesaat sebelum bom meledak, Ari menyampaikan dirinya tengah menolong seorang ibu lansia yang kerepotan ketika hendak keluar mobil menuju ke Gereja untuk beribadah. Sambil menatih sosok ini, seketika meluncur sebuah sepeda motor yang dikendarai dua orang dari arah barat, sekonyong-konyong memasuki area gereja. Padahal, kata Ari, lampu lalu lintas kala itu berwarna merah tanda berhenti.

“Ada motor dari arah barat, lampu masih merah dari arah selatan tiba-tiba dia masuk. Didepan mobil putih tadi posisi kita pegangin ibu dan pelaku itu sempat berhenti beberapa detik, kemudian dia masuk dengan memaksa dan klakson-klakson kendaraannya,” ujar Ari.

Melihat hal itu, seorang relawan, yang dipanggilnya Mas Bayu. Berusaha menghadang laju kendaraan ini. Tapi nahas, ledakan tiba-tiba terjadi. Menghancurkan apa yang ada disekitarnya. Baik Mas Bayu, maupun kedua pelaku dan beberapa jemaat gereja terpental, tubuhnya hancur tak dikenali lagi. Sebagian korban luka berteriak meminta pertolongan kepada yang lain. Suasana makin mencekam, darah ada dimana-mana, bangunan Gereja rusak.

Para jemaat, baik yang berada di dalam tempat ibadah tersebut maupun yang masih berada diluar, kocar-kacir menyelamatkan diri.

Sementara Ari, kondisinya jauh lebih buruk. Matanya sempat gelap seketika. Telinganya berdengung tak lagi peka terhadap suara disekitarnya. Meski begitu, jiwa kemanusiaannya masih tetap ada. Ia mengaku sempat menolong beberapa korban luka-luka, walaupun dirinya juga menjadi korban.

“Ada bapak-bapak minta tolong, minta diseberangin kesana, saya seberangin. Lalu saya masuk lagi ke area Gereja. Disana sudah gak karu-karuan,” tandas pria yang telah bekerja selama empat tahun di Gereja Santa Maria Tak Bercela tersebut.

Akibat peristiwa itu, dirinya harus menjalani opname di rumah sakit selama tiga hari dan istirahat beberapa minggu untuk mengobati luka di wajah dan bagian tubuhnya yang lain. Hingga kini, telinga bagian kanannya terkadang berdenging sakit saat mendengar suara keras.

Baca berita menarik lainnya hasil liputan
Editor
S. Ipul