Opini

Menyuburkan Persaudaraan Pasca Pemilu di Bulan Ramadan Penuh Berkah

Oleh: Sugiharto,
USAI sudah Pemilu 2019 serentak. Saatnya menunggu hasil hitung Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat. Pernik-pernik konflik mewarnai Pemilu. Sentimen pasti masih membekas pada hati calon, peserta pemilu, pendukung. Apapun yang telah terjadi, patut disyukuri bahwa konflik pemilu 2019 tidak sampai berlarur-larut ke perpecahan bangsa.

Kedewasaan telah ditunjukkan masyakarakat dalam proses ‘ujian nasional’ yang berupa Pemilu 2019 serentak. Memasuki bulan Ramadan ini, masyarakat makin deawasa dalam menyikapi hasil pemilu berserta dampaknya. Dingin, sejuk menjalankan ibadah puasa Ramadan. Ramadan benar-benar menjadi moment instrospeksi terhadap keberlangsungan pemilu.

Ini waktunya masyarakat untuk menjalin komunikasi lagi yang sempat terganggu, terputus hingga terputusnya silaturahmi selama proses Pemilu 2019. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, puasa Ramadan sebagai ‘madrasah’ atau tempat latihan untuk menahan diri dari berpikir negatif, benci berlebihan kepada orang atau kelompok karena berbeda pilihan politik, berbeda calon presiden dan wakil presiden.

Menahan diri untuk mem-posting status di media sosial yang bisa menyakiti orang lain. Menahan diri untuk berlatih tidak menyebar berita paslu, tidak menyebar hoax. Kebiasaan-kebiasaan positif harus adi orientasi kehidupan sehari-hari. Kebiasaan negatif itu harus dihindari. Waktunya menyebarkan ‘virus-virus’ kebiasaan positif agar orang lain tumbuh pikiran positif..

Nah, Ramadan menjadi berkah bagi umat Islam, juga bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bulan Ramadan tidak lain adalah media yang diturunkan dari ‘langit’ dengan membawa pesan perdamaian, kesejukan. Membawa suasana tidak saling membenci. Mendinginkan konlik akibat dari pikiran, tindakan dan pilihan politik yang berda-beda selama pemilu berlangsung.

Puasa Ramadan bukan hanya membakar nafsu dalam diri sendiri, tapi mampu membakar pikiran, sikap dan tindakan yang telah memicu konflik dan perpecahan selama proses pemilu. Sampah ‘pembakaran’ itu harus menjadi pupuk untuk menumbuhkan dan menyuburkan nilai-nilai persaudaraan yang telah dibangun oleh para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Nilai-nilai persaudaraan harus lebih menguat dan tumbuh subur kembali di kehidupan tatanan masyarakat di bawah. Nilai nilai persaudaraan harus tumbuh subur di RT, RW, dusun hingga desa. Tumbuh suburnya persaudaraan masyarakat bakal meluas dan menguat ke kehidupan berbangsa dan bernegara. Merajut persaudaraan masyarakat mulai RT hingga desa menjadi kunci utama dalam membangun kokohnya persatuan pasca Pemilu 2019.

Elemen masyarakat, para pemangku kepentingan pemilu, penyelenggara pemilu, pemerintah, peserta pemilu dan para pemimpin harus menjadi pelopor untuk merajut nilai-nilai persaudaraan. Tidak sebatas hanya manis di bibir, tapi harus manis dalam pikiran, hati, sikap dan tindakan.

Kepeloporan itu sangat dibutuhkan untuk menguatkan persaudaraan yang telah dirajut masyararakat mulai dari RT, RW, dusun hingga desa. Jangan karena tidak ada keteladanan menjadi rusak rajutan persaudaraan di masyarakat. Pada prinsipnya masyarakat adalah kesatuan yang tidak bisa dipecahkan, sepanjang kepelopran dan keteladanan ada pada para pemimpin di sekitarnya.

Karena itu berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2019 dengan mengambil momentum puasa Ramadan , maka membangun dan menjaga persaudaraan dan kerukunan adalah sebuah keharusnya. Sebuah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Nah, semangat ukhuwah islamiah adalah persaudaraan antar umat Islam, dan ukhuwah wathoniah adalah persaudaraan sebangsa, harus dikorbarkan lagi dalam kehidupan sehari–hari.

Agar puasa Ramadan benar-benar menjadi berkah di negeri yang memasuki usia tiga perempatan abad ini. Suasana itu harus senantiasa ditularkan juga dalam momen pemilu akan datang, pemilu kepala daerah (Pilkada) dan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak yang sekarang sedang berlangsung di sejumlah daerah sehingga tercipta suasana sejuk damai tanpa konflik.(*)

Penulis merupakan Dosen STIT Islamiyah Karya Pembangunan Paron, Ngawi sekaligus mantan Panwas Pemilu Kabupaten Ngawi

Sugiharto