SURABAYA, FaktualNews.co – Puluhan emak-emak serta aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Mereka menuntut Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) agar serius menuntaskan kasus Lapindo. Sebab, semburan lumpur Lapindo telah menyisakan persoalan baru berupa kerusakan lingkungan di sekitarnya.
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Rere Christanto, mengatakan aksi unjuk rasa merupakan bentuk peringatan 13 tahun peristiwa semburan lumpur Lapindo. Sekaligus menyuarakan persoalan kasus Lapindo yang dianggap jauh dari kata selesai, seiring munculnya dampak buruk terhadap lingkungan.
“Di peringatan 13 kasus lumpur Lapindo kali ini didominasi kelompok perempuan. Meskipun selama 13 tahun urusan soal ganti rugi tanah dan bangunan sudah dituntaskan oleh pemerintah, ada dampak-dampak yang sekarang belum dilihat. Kerusakan lingkungan itu dasar kemudian menjadi efek berantai dampak-dampak lainnya,” ujar Rere usai menggelar aksi di Surabaya, Rabu (29/5/2019).
Dugaan adanya kerusakan lingkungan disekitar semburan lumpur Lapindo ini, berdasar hasil penelitian yang dilakukan Walhi Jatim pada rentang waktu 2008 hingga 2016.
Pihaknya menemukan, tanah dan air di sekitar semburan lumpur Lapindo mengandung PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) hingga 2000 kali diatas ambang batas normal. PAH merupakan senyawa organik yang berbahaya dan bersifat karsiogenik sehingga memicu terjadinya kanker pada manusia.
Temuan ini disampaikan Rere, diperkuat dengan laporan Tim Kelayakan Pemukiman yang dibentuk Gubernur Jawa Timur yang menyebut level pencemaran udara oleh Hydrocarbon mencapai hingga 220 ribu kali lipat diatas ambang batas. “Zat ini dapat memicu kanker,” tandasnya.
Situasi ini kata Rere belum menjadi perhatian utama oleh pemerintah. Sebab, hingga saat ini pihak Balai Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) belum juga membuat peta ancaman adanya lumpur Lapindo. Termasuk program untuk melakukan pemantauan kualitas lingkungan.
“Atau kalaupun mereka telah melakukan tidak pernah dipublikasi. Misalnya begini, kandungan senyawa-senyawa berbahaya apa saja yang ada didalam lumpur. Sebarannya seluas apa, gas itu sebarannya seluas apa, Hydrocarbon sebarannya seluas apa,” lanjutnya.
Tanpa dibuat peta ancaman, Walhi menilai, akan mustahil ada upaya pemulihan lingkungan akibat terjadinya semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo.
Bukan hanya berdampak buruk pada lingkungan, semburan lumpur Lapindo juga mengakibatkan masyarakat di sekitarnya mengalami gangguan kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka penderita Ispa (gangguan saluran pernapasan) semenjak terjadinya peristiwa semburan lumpur Lapindo.
“Sebelum semburan di 2005 sampai sesudah semburan tahun 2006-2007. Penderita Ispa melonjak 100 persen di tiga Puskesmas di Tanggulangin, Porong dan Jabon,” ujarnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan aksi kali ini. Pihaknya juga meminta Gubernur Khofifah Indar Parawansa agar meninjau lokasi semburan lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo. Supaya, gubernur perempuan pertama di Jawa Timur ini tahu kondisi yang terjadi di lapangan.
“Paling tidak kita minta satu semester ini, supaya Bu Gubernur mendatangi Lapindo agar tahu sendiri kondisi disana,” pungkas Rere.