Bayar Zakat Fitrah Sebaiknya Tak Pakai Uang, Ini Penjelasannya
FaktualNews.co – Membayar zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam yang mampu setahun sekali di antaranya sebagai sarana untuk membersihkan diri. Pembayarannya bisa dilakukan sejak awal Ramadan hingga menjelang salat Idul Fitri, untuk kemudian disalurkan kepada delapan golongan yang berhak menerima.
Kementerian Agama Republik Indonesia telah menetapkan besaran zakat fitrah adalah 2,5 kilogram beras per satu orang. Tetapi, jika ingin membayar dalam bentuk uang, nilainya sebesar Rp30.000 per jiwa. Dalam prakteknya sejumlah orang memilih membayar zakat fitrah dengan uang karena alasan praktis. Zakat fitrah tersebut dibayarkan lewat amil di sejumlah masjid atau lembaga keuangan lainnya. Lantas, bagaimana hukum membayar zakat fitrah dengan uang?
Menurut Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Karanganyar, KH Ahmad Hudaya, zakat fitrah sebaiknya dibayarkan dalam bentuk makanan pokok ketimbang uang. “Zakat fitrah dibayarkan dengan makanan pokok. Kalau di Indonesia lazimnya ya beras. Besarnya 2,76 kilogram, atau kalau mau lebih aman ya 2.8 kilogram,” kata KH Ahmad Hudaya.
KH Ahmad Hudaya menambahkan, sebagian ulama melarang pembayaran zakat fitrah dengan uang. Dalam keterangannya, perbedaan pendapat soal pembayaran zakat fitrah sudah menjadi perbincangan ulama terdahulu.
“Membayar zakat fitrah sebaiknya pakai makanan pokok saja, kalau di sini ya beras. Tapi, kalau mau bayar pakai uang, berarti amil (panitia pengelola zakat) harus mewujudkan uang itu menjadi beras sebelum diserahkan kepada penerima. Karena pada dasarnya zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok,” sambung KH Ahmad Hudaya.
Menurut sejumlah ulama fikih, besaran zakat fitrah yang dikeluarkan adalah sesuai penafsiran terhadap hadis Nabi Muhammad, yakni sekitar satu sha’ (1 sha’=4 mud, 1 mud=675 gr) kira-kira setara dengan 3,5 liter atau 2.76 kilogram makanan pokok (tepung, kurma, gandum, beras) atau yang biasa dikonsumsi di daerah bersangkutan (Mazhab Syafi’i dan Maliki).
Adapun penerima zakat secara umum ditetapkan dalam delapan golongan, yakni fakir, miskin, amil (pengelola zakat), mualaf, hamba sahaya, gharim alias orang yang terlilit utang, fiisabilillah atau pejuang di jalan Allah, dan ibnu sabil alias orang yang kehabisan bekal di tengah perjalanan.
Tapi, beberapa ulama berpendapat zakat fitrah semestinya diberikan kepada dua golongan pertama, yakni fakir dan miskin. Pendapat ini disandarkan dengan alasan bahwa jumlah atau nilai zakat yang sangat kecil. Sementara salah satu tujuan dikelurakannya zakat fitrah adalah agar para fakir dan miskin dapat ikut merayakan hari raya dan saling berbagi sesama umat Islam.